buku saku tentang pengelolaan lahan berbasis pengelolan DAS. Untuk melihat isi selengkapnya silahkan kunjungi link di bawah ini
https://drive.google.com/open?id=17jM5Jhgi3XPp0Pf8oFhGEGY8VNwFJS_G
Prof.DR.Ir.Abdul Rauf, MP
Selasa, 15 Mei 2018
Jumat, 23 Oktober 2015
Sains dalam perspektif al-Qur'an
SAINS DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN
Oleh:
Prof.Dr.Ir. Abdul Rauf, MP
Guru
Besar Ilmu Tanah pada Fakultas Pertanian USU, Medan
Jl. Prof. A. Sofyan No. 3
Kampus USU Medan; Email: a.raufismail@gmail.com
Pengantar
Setiap kita dibebani tanggungjawab untuk menyampaikan
kebenaran kepada siapa saja, baik diminta maupun tidak. Kebenaran yang hakiki
harus bersumber dari Al-Qur’an. Kebenaran yang kita sampaikan apabila dilandasi
dengan fakta-fakta ilmiah (ilmu pengetahuan dan teknologi) maka akan
mengantarkan kita dan siapa saja menjadi ahli ibadah, sebagaimana disinyalir
dalam al-Qur’an Surrah Faathir ayat 28: “Sesungguhnya
yang paling takut (ahli ibadah) kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah
ulama (orang-orang yang memiliki pengetahuan akan kebesaran dan kekuasaan
Allah). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS.35: 28).
Begitu banyak fakta-fakta ilmiah yang
telah dihasilkan oleh pada ilmuwan, baik yang mudah dipahami, maupun yang sulit
dan membutuhkan peralatan yang canggih untuk memahaminya, ternyata semuanya
sangat sejalan dengan dalil naqli yang tersurat dalam Al-Qur’an Al-Kariim.
Ilmu pengetahuan dimaksud meliputi
berbagai bidang, baik bidang natural (kealaman), maupun bidang sosial, politik,
budaya dan ekonomi yang umumnya banyak dipahami oleh para pendidik. Pemberian
dan pengemasan materi ajar berbasis dalil naqli yang tersurat dalam Al-Qur’an
menjadi penting untuk dilakukan agar anak didik dapat memahami kebesaran dan
kekuasaan Allah dalam kerangka pemantapan aqidah yang pada gilirannya dapat
mengantarkan kita dan juga anak didik kepada kepatuhan dan keikhlasan dalam
beribadah dan dicerminkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk
akhlaqul-karimah.
Prof. Quraish Shihab pada suatu kesempatan pernah berkata
“penafsiran al-Qur’an secara komprehensif tidak akan bisa dilakukan oleh para
ahli tafsir belaka, tanpa bantuan ahli di berbagai bidang kehidupan seperti
ahli kedokteran, biologi, pertanian, geologi dan pertambangan, astronomi, serta
ahli-ahli di bidang sosial, ekonomi dan budaya”. Untuk itu, kita memiliki
kewajiban (fardhu) kifayah dalam menyampaikan kebenaran berdasarkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang kita kuasai masing-masing.
Untuk sekedar membantu menguak keajaiban (mu’jizat)
al-Qur’an dalam memberikan landasan perkembangan pengetahuan dan teknologi yang
telah diyakini keberadannya disertai fakta-fakta yang secara langsung dapat
diraskan maupun tidak, maka secuil ulasan tentang hasil kajian (penelitian) ilmu
kealaman (sains) dari para ilmuan beserta tafsirannya dalam perspektif
Al-Qur’an dikemukakan berikut ini.
A.
Pembentukan Alam Semesta
Alam semesta merupakan suatu system ruang yang kompleks dan
luas yang batas-batasnya belum dapat diketahui hingga saat ini. Di dalam ruang
jagat raya ini tersebar benda-benda langit, baik yang kasat mata maupun yang
tidak.
Berbagai teori ilmiah tentang pembentukan jagat raya telah
lahir, diantarnya yang paling terkenal dan dibenarkan oleh banyak ahli
astronomi hingga abad ini adalah “Teori
Big-Bang” (Teori Dentuman Maha Dahsyat). Teori ini dimunculkan pertama kali
oleh George Lemaitre, astronom berkebangsaan Belgia pada tahun 1927 yang
disempurnakan oleh Edwin Hubble, astronom dari Amerika Serikat pada tahun 1929.
Teori Big-Bang menyatakan bahwa alam semesta ini bermula dari
ledakan maha dahsyat (big-bang) pada sekitar 13,7 milyard tahun yang lalu.
Semua materi dan energy yang saat ini ada di alam pada awalnya terkumpul dalam
satu titik yang tidak berdimensi dan memiliki kerapatan yang tak terhingga.
Sejalan dengan waktu, setelah terjadinya ledakan yang maha dahsyat tersebut
ruang angkasa mengembang dan ruang-ruang yang memisahkan benda-benda langit
juga mengembang. Edwin Hubble (1929) menganalogikan pengembangan alam semesta
ini seperti balon yang ditiup. Semula materi dan energy yang ada dalam balon
saling berdekatan satu sama lain, namun dengan mengembangnya balon setelah
ditiup maka materi dan energy tersebut juga akan saling berjauhan.
Beberapa ahli astronomi yang mendukung Teori Big-Bang ini
antara lain: (1) Vesto Sliper (1932) yang meneliti bahwa garis-garis spectrum
galaksi-galaksi semakin menjauh dan bergeser (galaksi-galaksi itu semua
bergerak saling menjauhi); (2) Arno Penzias dan Robert Wilson (1965) sang
pemenang hadiah Nobel ilmu pengetahuan melalui penelitiannya tentang adanya
radiasi yang tidak terbatas terjadi di alam semesta yang disebut sebagai radiasi latar belakang kosmik. Radiasi
yang seragam dan tidak diketahui sumbernya ini diyakini sebagai gema dari
dentuman maha dahsyat yang masih memberikan efek rasiasi (menggema) sejak momen
pertama dentuman tersebut terjadi; (3) Alan Guth (1980) yang melakukan
penghitungan matematis tentang gerak menjauhnya galaksi-galaksi menggunakan
teleskop Hubble di Observatorium Palomar Mounth. Dia berhasil menghitung
kecepatan bergeser (saling menjauhi) diantara galaksi-galaksi; (4) George Smoot
(1989) yang dalam penelitiannya meluncurkan satelit astronomi ke ruang angkasa
dengan dibekali alat COBE (Cosmic
Background Emission Explorer). Peralatan ini membenarkan penelitian Arno
Penzias dan Robert Wilson (1965) dengan hasil yang secara pasti menunjukkan
keberadaan bentuk kerapatan dan panas sisa ledakan yang menghasilkan alam
semesta; (5) Paul Davies (2005) mengemukakan teori bahwa energy ledakan alam
semesta yang ada akan mengimbangi gaya gravitasinya dengan perbandingan yang
hampir sama. Big-Bang merupakan suatu ledakan yang dirancang begitu indah
tertanda dimulainya suatu penciptaan alam semesta dari suatu ketidakadaan.
Davies memprediksikan bahwa kelak musnahnya alam semesta dapat sedahsyat dan
sedramatis pada saat kemunculannya jika energi
misterius tersebut terus menerus mengembangkan ruang sejalan dengan waktu.
Teori dan
pembuktian ilmiah tentang proses pembentukan alam semesta yang bekembang pada
awal abad 20 hingga awal abad 21 tersebut, ternyata telah dilukiskan dalam
al-Qur’an yang diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW pada abad ke 7,
sebagaimana ditemui pada Surrah Al-Anbiyaa’ ayat 30: “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian
Kami pisahkan antara keduanya; dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?” (QS.21: 30).
B.
Perkembangan Alam Semesta
Terjadinya pengembangan ruang alam jagat raya (alam semesta) sebagaimana
disebutkan di atas (sebagai bagian dari Teori Big-Bag dan teori-teori yang
mendukungnya), al-Qur’an juga telah menyebutkan dengan tegas di dalam Surrah
Adz-Dzaariyaat ayat 47: “Dan langit itu Kami
bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa
meluaskannya” (QS.51: 47)
Selanjutnya, saling berjauhannya
benda-benda angkasa (galaksi-galaksi) sebagaimana diuraikan dalam Teori
Big-Bang dan hasil penelitian astronom pendukungnya, juga tersirat dalam
al-Qur’an dengan bahasa meninggikan (“semakin tinggi” menurut pengamatan dari
bumi untuk galaksi-galaksi yang saling menjauhi), sebagaimana tertera dalam
Surrah An-Nazi’at ayat 28: “Dia
meninggikan bangunannya (langit) lalu menyempurnakannya”(QS.79: 28).
Masa ini
dianggap sebagai masa kedua dalam proses pembentkan jagat raya yaitu proses
penyempurnaan setelah sebelumnya terjadi masa awal penciptaan alam semesta
yaitu ledakan yang maha dahsyat. Masa kedua ini ditandai dengan pembentukan
bintang-bintang di dalam galaksi-galaksi yang berlangsung secara terus menerus.
C.
Rotasi dan Revolusi
Sejalan dengan proses pembentukan dan perkembangannya dan
berdasarkan fakta yang kita rasakan bahwa seluruh benda-benda alam (bintang,
planet, dan satelit) bergerak pada poros dan orbitnya. Peroide rotasi planet
adalah waktu yang diperlukan planet untuk berputar pada poros (sumbunya)
sebanyak satu kali, sedangkan periode revolusi planet adalah waktu yang
diperlukan planet untuk berputar pada orbit (garis edarnya) mengelilingi
matahari dalam satu kali putaran.
Bumi kita berrotasi (berputar pada sumbunya) selama 23,9 jam
untuk satu kali putaran yang kemudian kita kenal dengan waktu selama satu hari
satu malam (24 jam), sembari berrotasi bumi kita melakukan perputaran
mengelilingi matahari pada orbitnya (berrevolusi) selama 365,25 hari, yang
kemudian kita kenal sebagai satu tahun. Bulan yang diketahui sebagai
satu-satunya satelit alam dari planet bumi juga melakukan rotasi dan berputar
mengilingi bumi pada garis edarnya selama 28 hari untuk satu kali putaran. Satu
kali perputaran bulan mengeliling planet bumi ini yang kemudian dikenal sebagai
masa satu bulan dalam kalender Hijriah.
Pada setiap saat sekitar separuh wajah bumi kita menghadap ke
matahari (menjadi terang atau siang hari) dan sebagian lagi yang berada di
sebaliknya menjadi gelap (malam hari). Wajah bumi tersebut secara
berangsur-angsur menjadi terang (subuh) yaitu di bagian yang menuju arah
matahari dan di bagian lainnya menjadi gelap (magrib) pada bagian yang
meninggalkan cahaya matahari. Hal ini terjadi sebagai bukti bahwa bumi
melakukan rotasi pada poros (sumbunya).
Peristiwa
rotasi dan revolusi planet bumi serta adanya garis edar (orbit) benda-benda
angkasa ini termaktub dalam al-Qur’an diantaranya pada Surrah Yaasin ayat 38-40: “Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah
ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi
bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang
terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi
matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang, dan
masing-masing beredar pada garis edarnya” (QS.36: 38-40).
D.
Air Sebagai Sumber
Kehidupan
Lanjutan ayat al-Qur’an Surrah Al-Anbiyaa’ ayat 30 yang
melukiskan tentang asal mula penciptaan alam semesta (“langit dan bumi”) adalah: “…dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup...”
(QS.21: 30).
Penggalan
ayat al-Qur’an ini merupakan bukti kebenaran al-Qur’an sebagai wahyu Illahi.
Fakta ini tak terbantahkan meskipun dengan berkembangannya ilmu pengetahuan di
abad modern ini.
Dari sudut
pandang biologi, air memiliki sifat-sifat yang penting untuk adanya
kehidupan. Air dapat memunculkan reaksi yang dapat membuat senyawa organik melakukan replikasi. Biji atau benih,
juga spora akan mulai bekecambah bila didahului oleh adanya sentuhan air dalam
proses perkecambahannya. Tanpa air, biji, benih, dan spora akan dorman, tidak
akan tumbuh, bahkan bila masa dorman terlampaui tetap tidak diberi
(mendapatkan) air, biji, benih dan spora tersebut tidak dapat melangsungkan
kehidupan (mati).
Semua makhluk
hidup memiliki ketergantungan terhadap air. Air merupakan zat pelarut yang
penting untuk makhluk hidup yang merupakan bagian penting dalam proses
metabolisme. Air dibutuhkan dalam proses fotosintesis dan respirasi. Fotosintesis menggunakan cahaya matahari untuk
memisahkan atom hidroden dengan oksigen. Hidrogen akan digunakan untuk
membentuk glukosa sebagai sumber energy
skunder dan oksigen akan dilepas ke udara sebagai sumber respirasi (bernapas).
Peran air sebagai sumber kehidupan juga dijelaskan dalam
al-Qur’an Surrah Al-Hajj ayat 5 yang secara komprehensif diawali dengan uraian
tentang asal muasal penciptaan manusia hingga kehidupan di muka bumi yang
disebabkan oleh air.
“Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu
sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya, dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian
apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah” (QS.22: 5).
Selanjutnya
Surrah Fusshilat ayat 39 juga menggambarkan peran air dalam menghidupkan bumi
yang semula kering dan gersang: “Dan di
antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau Lihat bumi kering dan gersang, Maka
apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.
Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya, pastilah dapat menghidupkan yang mati.
Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. 41: 39).
E.
Fotosintesis dan Api
(Energi)
Proses fotosintesis sebagaimana digambarkan di atas hanya
akan berlangsung jika terdapat empat komponen utamanya yaitu air (H2O),
karbon dioksida (CO2), klorofil (butir hijau daun), dan energy
primer dalam bentuk foton dari cahaya matahari. Proses fotosintesis pada
tetumbuhan (flora mengandung klorofil) pada dasarnya merupakan proses
pengubahan energy primer cahaya matahari menjadi energy sekunder (karbohidrat).
Energy sekunder ini yang kemudian digunakan oleh mahluk hidup lainnya untuk
memenuhi kebutuhan energy dalam mempertahanykan hidupnya. Itu sebabnya
tetumbuhan hijau itu disebut sebagai produsen (pembentuk/penghasil energy
sekunder), sedangkan hewan (termasuk manusia) pemakan tetumbuhan disebut
sebagai konsumen (memanfaatkan energy sekunder yang diproduksi oleh tetumbuhan
yang hijau).
“Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu
api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu
itu" (QS.36: 80).
Api yang dimaksud dalam ayat 80 Surrah 36 (Yaasiin) tersebut
dapat berarti api dalam bentuk yang kasat mata sebagaimana yang ada dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi dapat pula dalam bentuk energy sekunder (energy
potensial) hasil proses fotosintesis dalam bentuk glokosa/karbohidrat dengan
segala jenis turunannya. Kayu yang hijau berarti pohon/ tetumbuhan yang
mengandung kloroplast (butir-butir hijau daun) yang di dalamnya terdapat
klorofil tempat terjadinya proses fotosintesis. Karena bahan tetumbuhan dan
materi lain (hewan dan manusia pemakan tumbuhan dan hewan lainnya) memiliki
energy sekunder dalam bentuk karbohidrat dan derivatnya itulah makanya materi
(bahan-bahan) tersebut dapat dibakar (terbakar) menghasilkan api. Peristiwa
pembakaran ini yang dikenal dengan proses respirasi, sebagaimana digambarkan
berikut ini:
Pembakaran
secara kimiawi (respirasi): C6H12O6 + 6O2
à Energi + 6CO2 + 6H2O
Pembakaran secara fisika: C6H12O6
+ 6O2 + sumber penyulutan (panas) à 6CO2 + 6H2O
+ Api
F.
Manusia Diciptakan Dari
Tanah
Al-Qur’an Surrah Al-Hajj ayat 5 tersebut di atas diawali
dengan pernyataan Allah SWT bahwa manusia dijadikan dari tanah dan dilanjutkan
dengan proses/tahapan selanjutnya di dalam rahim ibu. Penciptaan manusia dari
tanah dapat dimaklumi dari keberadaan jasad manusia yang seluruhnya berasal
dari dalam tanah. Unsur-unsur dalam tubuh manusia berasal dari unsur-unsur yang
berasal dari dalam tanah yang kemudian disebut sebagai unsur hara.
Unsur hara dari dalam tanah diserap oleh akar tanaman
membentuk jaringan tubuh tanaman (akar, batang, cabang, ranting, daun, bunga,
buah, umbi, dan biji) yang semuanya merupakan sumber makanan bagi manusia dan
hewan. Hewan (daging dan ikan) yang dimakan oleh manusia juga memakan tumbuhan
sebagai pakan utamanya. Oleh sebab itu, semua unsur pembangun tubuh manusia,
juga merupakan unsur yang diambil tanaman dari dalam tanah (unsur hara) dan
sebagai pembangun tubuhnya juga.
Tanaman membutuhkan sedikitnya 16
unsur untuk pertumbuhan dan untuk melengkapi siklus hidupnya, unsur-unsur ini
disebut sebagai unsur hata tanaman (plant
nutrient atau saripati dari dalam tanah). Tanaman membutuhkan dalam jumlah
yang sangat banyak unsur hara karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Ketiga
unsur ini merupakan unsur non-metal yang diperoleh tanaman dalam bentuk gas CO2
dan H2O. Tiga belas unsur hara lainnya diambil oleh tanaman dalam
bentuk mineral dari dalam tanah yang kadang harus ditambahkan sebagai pupuk.
Tanaman membutuhkan dalam jumlah yang banyak unsur nitrogen (N), fosfor (P),
dan kalium (K). Unsur-unsur ini dinyatakan sebagai unsur hara makro primer dan
sangat sering diberikan ke tanaman dalam bentuk pupuk. Kemudian ada tiga unsur
makro sekunder, kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan sulfur (S) yang dibutuhkan relatif
lebih sedikit dibandingkan dengan unsur primer. Kalsium dan magnesium biasanya
diberikan melalui bahan kapur, sedangkan sulfur diberikan sebagai pupuk. Baik
unsur primer (N, P, dan K) maupun sekunder (Ca, Mg, dan S) dikatakan juga
sebagai unsur hara makro.
Unsur hara mikro yang relatif dibutuhkan lebih sedikit
terdiri atas boron (B), tembaga (Cu), khlor (Cl), besi (Fe), mangan (Mn),
molibdenum (Mo) dan seng (Zn). Unsur-unsur ini berada dalam jumlah yang sangat
sedikit dibutuhkan tanaman, tetapi peranannya sama penting dengan unsur hara
makro, baik primer maupun sekunder. Defisiensi satu atau lebih unsur hara mikro
ini akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan, produksi dan kualitas tanaman.
Selain itu ada pula unsur hara hanya dibutuhkan oleh tanaman tertentu, seperti
kobal (Co), silikon (Si), vanadium (V), dan natrium (Na).
Semua unsur hara tanaman (saripati dari tanah) sebagaimana
disebutkan di atas juga merupakan unsur penyusun tubuh manusia dengan kadar
yang hampir sama (proporsional) dengan kadar unsur hara yang diambil dari dalam
tanah dan dalam penyusunan tubuh tanaman dan hewan. Kedudukan unsur hara atau
saripati dalam tanah dalam hubungannya dengan penciptaan manusia tersebut
terdapat pula dalam al-Qur’an Surrah Al-Mu’minun ayat 12-14: “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani
(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu
Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk)
lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik” (QS.23: 12-14).
Beberapa ayat lain dalam al-Qur’an yang menggambarkan bahwa
manusia dijadikan dari tanah diantaranya Surrah Al-An’aam ayat 2: “Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu
ditentukannya ajal (kematianmu), dan ada lagi suatu ajal yang ada pada sisi-Nya
(yang Dia sendirilah mengetahuinya), kemudian kamu masih ragu-ragu (tentang
berbangkit itu)” (QS.6: 2).
Surrah Ar-Ruum ayat 20: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang
berkembang biak” (QS.30: 20).
G.
Kadar Air Tersedia Dalam
Tanah
Meskipun air diperlukan dan merupakan satu-satunya bahan yang
diperlukan dalam kehidupan namun jumlahnya tidak boleh berlebihan dan apalagi kekurangan.
Air yang berlebihan selain menimbulkan banjir yang merusak apa saja yang
dilaluinya, keberadaannya di lahan/tanah dalam kondisi tergenang saja dapat
menyebabkan kematian tanaman. Demikian halnya dengan kekurangan air (kelangkaan
air) juga akan menyebabkan kematian tanaman.
Dalam ilmu tanah pertanian dikenal dengan kadar air tersedia
bagi tanaman. Pada kadar air tersedia ini, tanaman akan tumbuh dengan baik dan
berproduksi optimal. Kadar air tersedia adalah kadar air yang berada pada
kisaran kapasitas lapang (field capacity)
dan titik layu permanen (wilting point). Kadar air kapasitas lapang adalah kadar
air maksimal yang dapat ditahan di dalam pori-pori tanah setelah air gravitasi
habis, sedangkan kadar air titik layu permanen adalah kadar air tanah yang
menyebabkan tanaman mati karena tidak lagi mampu menyerap air dari matrik
tanah.
Suatu
wilayah atau kawasan (dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan suatu negeri) akan
hidup (tetumbuhan dan makhluk lainnya tumbuh/hidup dengan subur) apabila
terdapat cukup air (kadar air tersedia), sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an
Surrah Az-Zukhruf ayat 11: “Dan yang menurunkan air
dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu
negeri yang mati, seperti Itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur)” (QS.43: 11).
H.
Keseimbangan dan
Keteraturan Materi dan Energy
Benda-benda alam, baik yang kasat mata maupun yang tidak,
berada dalam keimbangan dan ketaraturan serta gerakan yang kokoh. Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa bumi yang kita rasakan seperti diam padahal dia
bergerak (berputar) dengan sangat kencang pada sumbunya, sembari bergerak
mengelilingi matahari pada garis edar (orbitnya). Demikian halnya dengan planet
lainnya, sehingga benda-benda alam itu membentuk pola seperti
lingkaran-lingkaran yang teratur dengan matahari sebagai intinya.
Hal yang sama terjadi pada materi-materi pada tingkat molekul
atau atom. Atom terdiri dari proton dan neutror sebagai pusat (inti) yang
dikelilingi oleh electron pada jumlah yang sama dan seimbang dengan proton.
Electron berputar mengelilingi inti atom (neutron dan proton) dengan gerakan
yang sangat kencang pada orbit electron yang berlapis-lapis sesuai dengan
golongan dan bilangan atomnya. Gerakan benda-benda atau materi-materi ini
berada pada keseimbangan energi yang menyebabkan kesatuan benda/materi tersebut
menjadi sangat kokoh. Fenomena alam ini telah diabadikan Allah SWT dalam
al-Qur’an diantaranya dalam Surrah An-Naml ayat 88: “Dan kamu Lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap
(diam) di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah)
perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS.27: 88).
Keseimbangan materi di alam terlihat pula pada reaksi kimia
antar berbagai senyawa (unsur) sebagaimana ditunjukkan pada reaksi
fotosisntesis dan reaksi repirasi di atas, juga pada contoh reaksi penggaraman
di bawah ini. Jumlah dan massa atom sebelum dan sesudah terjadinya reaksi harus
selalu sama yang ditunjukkan dengan jumlah unsur yang sama pada sebelum dan
sesudah terjadinya reaksi kimia.
NaOH
+ HCl à NaCl + H2O
2NH4OH
+ H2SO4 à (NH4)2SO4 + 2H2O
Keseimbangan
di alam tidak hanya terjadi pada materi saja, tetapi juga terjadi pada energy.
Jumlah energy di alam adalah konstan (tetap), yang terjadi adalah perubahan
bentuk (interkonversi) energy sebagai konsekwensi kecenderungan energy untuk
selalu dalam keseimbangan. Prof. Abdussalam (Ilmuwan Muslim Kelahiran Pakistan
19 Januari 1926; Peraih Hadiah Nobel Bidang Fisika Tahun 1979) menyatakan bahwa
di alam terdapat empat bentuk dasar energy yaitu: energy gravitasional, energy
elektromagnetik, energy nuklir lemah, dan energy nuklir kuat. Lazim diketahui
bahwa semua bentuk energy ini dapat diubah atau mengalami interkonversi yang
satu menjadi yang lain. Contoh, energy gravitasonal dapat diubah menjadi energy
listrik (elektromagnetik) seperti terjadi pada kehidrolistrikan yang
dipraktekkan dalam PLTA. Contoh lain, energy nuklir kuat yang diproduksi di
bagian dalam (inti) matahari selalu berubah menjadi energy elektromagnetik yang
terasa panasnya sebagai sinar matahari. Energy nuklir lemah merupakan energy
potensial yang dihasilkan oleh atom-atom, unsur-unsur, molekul-molekul yang
memberikan energy elektromagnetis pada benda-benda termasuk tubuh makhluk
hidup. Lebih jauh Prof.Abdussalam menyatakan bahwa sebenarnya energy-energy
tersebut berada dalam kesatuan (tidak ada perbedaan yang mendasar) antara
energy nuklir dengan energy kelistrikan. Semakin dalam dikaji semakin terlihat
keseimbangan dan keteraturan yang sangat mencengangkan. Allah SWT berfirman
dalam al-Qur’an Surrah Al-Mulk ayat 3-4: “Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu
sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang
tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan
kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun membuatmu
pusing, melelahkan” (QS.67: 3-4).
I.
Batu, Mata Air dan Sungai
Sungai merupakan badan air tempat mengalirnya air secara
alami di permukaan bumi. Sungai selalu disebut juga sebagai sistem drainase
alami atau sistem aliran (limpasan) air di permukaan. Air yang menglir di
sungai merupakan kumpulan dari berbagai mata air, terutama di bagian hulu dan
bagian tengah. Mata air yang dapat memberikan/ mengeluarkan air secara terus
menerus, termasuk pada musim kemarau, adalah mata air yang sumber airnya
berasal dari air bawah tanah (ground water).
Air bawah tanah (ground water) adalah air yang berada di bawah lapisan kedap
air dan lapisan kedap air ini umumnya merupakan hamparan dan atau bongkahan
batuan.
Air dapat menembus lapisan kedap air (batuan) mengisi air
bawah tanah melalui beberapa mekanisme diantaranya karena proses peresapan
(perkolasi) di sela-sela rekahan batuan dan atau mengikuti alur akar pepohonan
yang menghunjam menembus batuan menuju lapisan air bawah tanah (ground water).
Air yang mengisi lapisan bawah tanah ini secara bersamaan ada yang keluar
melalui rekahan batuan menjadi mata air dan akhirnya membentuk sungai.
Keberadaan
sungai dan mata air yang muncul dari sela-sela batuan di permukaan bumi ini
diabadikan dalam al-Qur’an Surrah Al-Baqoroh ayat 74: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu,
bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang
mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur
jatuh, karena takut kepada Allah. dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa
yang kamu kerjakan (QS.2: 74).
J.
Gas, Udara dan Angin
Pada proses fotosintesa dan respirasi di atas sama-sama diperlukan
gas dan sama-sama menghasilkan gas. Gas karbondioksida (CO2)
diperlukan pada proses fotosintesa dan dalam prosesnya dihasilkan gas oksigen
(O2), sebaliknya pada proses respirasi diperlukan gas O2
dan dihasilkan gas CO2. Gas CO2 dan O2 ini merupakan gas yang
diperlukan makhluk hidup selain gas nitrogen (N2) yang merupakan
komponen utama udara di atmosfer dan di dalam tanah. Gas nitrogen sangat
diperlukan oleh tanaman dalam pembentukan (sintesa) protein guna membangun
organ tubuh yang optimal.
Gas dengan kadar terbanyak di atmosfer adalah nitrogen
sebanyak 78%, disusul kemudian oleh oksigen sebanyak 21% sedangkan gas CO2
hanya sekitar 0,3% saja. Selebihnya terdapat pula uap air dan gas-gas lain yang
kurang bermanfaat secara langsung bagi mahluk hidup dan bahkan beberapa
diantaranya merupakan gas beracun (toksik).
Hal yang menakjubkan bagi orang yang berfikir, selain fungsi
dari gas-gas tersebut sebagaimana telah diuraiakan di atas, gas-gas yang
bermanfaat bagi kehidupan secara langsung memiliki massa jenis (kerapatan
jenis) yang lebih besar dibandingkan massa jenis gas yang tidak bermanfaat dan
gas beracun. Gas dengan massa (kerapatan) jenis tertinggi adalah CO2 sebesar
1,980 g/L, diikuti kemudian oleh O2 sebesar 1,429 g/L dan Nitrogen sebesar
1,251 g/L. Massa jenis gas-gas tersebut jauh lebih tinggi (7-11 kali lebih
besar) dibandingkan gas Helium (He) dengan massa jenis sebesar 0,1786 g/L.
Dengan demikian dapat dimengerti dengan mudah bahwa gas dengan massa jenis
lebih besar akan lebih kuat dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi yang berarti
akan lebih banyak berada di sekitar permukaan bumi (lapisan troposfer) sampai
ke dalam tanah, sementara gas dengan massa jenis yang lebih kecil akan berada
di bagian atas lapisan atmosfer bumi, sebagaimana gas Helium dan gas-gas
beracun seperti CO, NH3, H2S, ozon (O3), dan
lain-lain yang lebih banyak berada di lapisan atmosfer bagian atas yaitu
stratosfer hingga ionosfer.
Keberadaan udara dengan kandungan
gas dalam tatanan yang begitu rupa sehingga gas yang bermanfaat dapat diakses
begitu mudah dimana saja dan kapan saja hingga ke dalam tanah, merupakan makna
dari firman Allah dalam Surrah Al-Baqoroh ayat 164 yang penggalan pernyataannya
menyebutkan “dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi merupakan tanda-tanda keesaan dan kebesaran Allah bagi mereka yang
berfikir”. “Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang
berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan
kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (QS.2: 164).
Gas CO2, N2 dan O2 juga
banyak terdapat dalam tanah, mengisi pori-pori tanah. Gas-gas ini di dalam
tanah diperlukan oleh akar tanaman dan mikrobia dalam tanah untuk proses
fotosintesis bakteri dan mikroflora lainnya (gas CO2), untuk proses
respirasi akar dan mikrobia dalam tanah (gas O2), dan untuk
assimilasi asam amino dan protein (gas N2) setelah difiksasi oleh
mikrobia, baik yang bersimbiosis dengan tanaman tingkat tinggi maupun mikrobia
non-simbiotik.
Pengisaran angin dan awan
“yang dikendalikan” antara langit dan bumi (QS.2: 164) juga dapat mengandung
arti bahwa terjadinya angin karena adanya perbedaan tekanan di atmosfer.
Perbedaan tekanan diakibatkan oleh adanya perbedaan temperature udara. Pada
temperature udara yang tinggi (panas) tekanan udara rendah, sebalikanya pada
temperatur udara yang rendah (dingin) tekanan udara tinggi. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya angin yaitu massa udara yang bergerak dari daerah
bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah.
Perbedaan tekanan yang dikendalikan oleh temperatur antara
siang dan malam, daerah rendah dan daerah tinggi dari permukaan laut, daerah
tropis dan sub tropis, dan seterusnya memberikan dampak, baik positif maupun
negatif bagi kehidupan manusia. Dampak positif yang sangat dirasakan adanya
terjadinya siklus dan distribusi hujan, penyebaran spora dan gas. Dampak negatif
yang mungkin timbul terjadinya persebaran wabah penyakit menular.
Keberadaan angin dalam kaitannya dengan siklus air (hujan)
dan distribusi hujan tersirat dalam ayat al-Qur’an Surrah Fathir ayat 9: “Dan Allah, Dialah yang mengirimkan angin; lalu angin itu
menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu ke suatu negeri yang mati lalu Kami
hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu. Demikianlah kebangkitan itu” (QS.35: 9).
Awan
dibentuk dari kumpulan uap air (evapotranspirasi) yang berkumpul dan bercampur
dengan debu, spora, dan materi tersuspensi lainnya. Dengan berhembusnya angin
maka awan akan terbawa ke ketinggian tertentu yang memiliki suhu yang lebih
rendah sehingga uap air akan terkondensasi menjadi titik-titik air yang diserap
oleh partikel debu dan materi lain yang higroskopis. Bulatan molekul air yang
membesar sejalan dengan lebih banyaknya uap air yang terkondensasi menyebabkan
titik-titik air tersebut memiliki massa yang lebih berat. Bulatan titik-titik
air yang semakin berat tersebut akan jatuh ke permukaan bumi karena pengaruh
gaya gravitasi bumi menjadi apa yang dikenal sebagai hujan.
K.
Varietas Tanaman dan
Kesesuaian Lahan
Dalam taksonomi tumbuhan dikenal adanya varietas tumbuhan
yang membedakan sifat tanaman tertentu pada spesies yang sama. Selain itu,
tanaman membutuhkan karakteristik lahan/tanah tertentu guna mendukung
pertumbuhan dan produktivitasnya secara optimal. Jenis varietas dapat
membedakan warna bunganya, system percabangannya, warna dan rasa buahnya dan
lain-lain. Varietas yang sama ditanam pada jenis tanah dan kondisi lahan serta
iklim yang berbeda dapat pula menyebabkan perbedaan performa tanaman dan jumlah
serta rasa buahnya.
Jenis
varietas dan kesesuaian lahan untuk budidaya komoditi tanaman tertentu telah
dilukiskan dalam al-Qur’an Surrah Ar-Ra’d ayat 4: “Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan,
dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang
tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebahagian
tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berfikir”
(QS.13: 4).
L.
Madu Lebah Sebagai Obat
Seorang dokter
wanita Amerika Serikat Dr Jennifer Eddy dari fakultas kedokteran Universitas
Wisconsin membuktikan bahwa pada madu lebah terdapat kandungan obat untuk
manusia, terutama untuk pengobatan penyakit diabetes. Pada tahun 2002,
Catherina Hulbert, seorang warga Negara Amerika mengalami kecelakaan lalu
lintas yang mengakibatkan luka parah pada kakinya. Saat kecelakaan itu dia
sudah menderita penyakit diabetes. Sebab itu, luka yang dideritanya tidak
kunjung sembuh kendati sudah mengkonsusmsi berbagai obat dan anti biotic.
Kondisi seperti itu dia alami selama delapan bulan. Oleh Dr Jennifer Eddy, si
pasien (Catherina Hulbert) dianjurkan untuk menggunakan madu lebah sebagai obat
yang dioleskan di tempat luka. Setelah beberapa bulan melakukan pengabotan
dengan madu lebah tersebut luka kaki Catherina Hulbert-pun sembuh total. Kasus
tersebut menyebabkan Dr Jennifer Eddy memperoleh dukungan dari Akedemi Amerika
untuk meneruskan kajiannya khusus pengobatan melalui madu lebah.
Sebelumnya, Dr.
Jennifer Eddy juga pernah mengobati salah seorang pasien diabetes yang sedang
menghadapi vonis amputasi setelah berbagai pengobatan yang dijalankan sang
pasien mengalami kegagalan. Dr Jennifer membuktikan bahwa mengobati luka akibat
diabetes dengan madu lebah memiliki banyak manfaat. Seperti diketahui bahwa
penderita diabetes akan mengalami penurunan kelancaran darah dalam pembulu
darahnya dan lemah tingkat imunitas terhadap berbagai penyakit. Ditambah lagi
antibiotic yang diberikan untuk mengobati luka diabetes tidak bermanfaat
disebabkan bakteri Staphylococcus Aurous akan membentuk perlawanannya sendiri.
Sedangkan madu lebah menciptakan perlawanan terhadap bacteria dengan berbagai
cara. Oleh sebab itu pengobatan menggunakan madu lebah dianggap paling efektif
bagi penyembuhan luka akibat diabetes.
Dalam madu lebah
juga terdapat zat asam yang mudah berinteraksi dan tingkat kelembaban yang
rendah sehingga menyebabkan madu lebah tersebut mudah membunuh bacteria. Di
tambah lagi adanya enzim yang mengeluarkan acid hydrogen yang berfungsi
membersihkan luka sehingga mudah membunuh semua bacteria yang ada.
Pengobatan dengan
madu lebah telah menjadi perhatian yang sangat menarik bagi para ilmuan di
bidang kesehatan secara mendunia, khususnya pusat-pusat yang memerangi berbagai
penyakit dan organisasi-organisasi kesehatan intrnasional di tengah
meningkatnya berbagai macam bacteri yang mampu melawan obat-obat antibiotic
lainnya.
Selanjutnya Dr Jennifer menekankan keharusan mendahulukan
pengobatan dengan madu lebah karena pembusukan (tukak) akibat diabetes menjadi
persoalan yang sangat serius dan hanya dapat diobati dengan menggunakan lebah
madu. Berkaitan dengan madu lebah sebagai obat tersebut maka sungguh benarlah
firman Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 68-69: “Dan Tuhanmu mewahyukan
kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di
tempat-tempat yang dibikin manusia; Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam)
buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari
perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di
dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan” (QS.16: 68-69).
M.
Efek Rumah Kaca dan Global
Warming
Berbagai laporan menyebutkan bahwa pada dekade terakhir ini
(sejak tahun 2000) terjadi perubahan iklim global (Climate Change Challenge) seperti suhu permukaan bumi yang
meningkat antara 1-3oC, curah hujan sangat tinggi menyebabkan banjir
dan longsor di mana-mana, kerusakan akibat angin topan dan badai di beberapa Negara,
dan kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami di beberapa Negara.
Hal ini dapat terjadi karena atmosfer bumi telah dilapisi
oleh gas yang menimbulkan efek rumah kaca seprti gas CO, CO2, CH4,
dan lain-lain. Lapisan gas-gas ini dapat ditembus oleh sinar matahari (energy
gelombang pendek) apalagi bagian atmosfer yang lapisan ozonnya telah rusak,
tetapi tidak dapat ditembus oleh cahaya pantul permukaan bumi yang merupakan
cahaya dengan energy gelombang panjang. Akibatnya energy panas ini terakumulasi
di atmosfer bumi (tidak dapat keluar ke angkasa) dan menimbulkan peningkatan
suhu pada atmosfer bumi. Peningkatan suhu ini yang kemudian dikenal dengan
global warming yang menyebabkan terjadinya angin topan dan badai, curah hujan sangat
tinggi, muka air laut meningkat akibat pencairan gunung-gunung es di kutub Utara-Selatan
bumi (menyebabkan gelombang laut yang tinggi dan tsunami).
Uraian singkat di atas, telah diabadikan Allah dalam
al-Qur’an berturut-turut disajikan berikut ini:
Al-Qur’an
Surrah Al-Mursalat ayat 9: “Dan apabila
langit telah dibelah” (QS.77: 9)
Al-Qur’an
Surrah Al-Infithaar ayat 1: “Apabila langit terbelah” (QS.82: 1).
Kedua ayat
ini menggambarkan bahwa telah terjadi kerusakan lapisan ozon menuju kepada
kerusakan atmosfer secara total.
Al-Qur’an
Surrah Al-Ma’aarij ayat 8: “Pada hari
ketika langit menjadi seperti luluhan perak” (QS.70: 8). Ayat ini dapat
menggambarkan betapa langit (atmosfer) bumi telah keruh mengkilat seperti warna
perak akibat pencemaran udara yang mengarah kepada efek rumah kaca (green house effect).
Al-Qur’an
Surrah Al-Waqi’ah ayat 42: “Dalam angin
yang amat panas, dan air panas yang mendidih” (QS.2: 42). Fakta menunjukkan bahwa
memang telah terjadi peningkatan suhu permukaan bumi (atmosfer dan perairan)
sebesar 1-3oC sejak tahun 2000.
Al-Qur’an
Surrah Al-Infithaar ayat 3: “Dan apabila
lautan menjadikan meluap” (QS.82: 3)
Ayat
Al-Qur’an Surrah Al-Infithaar ayat 3 ini menggambarkan fenomena saat ini yang
telah terjadi peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya gunung es
(salju) di kutub Utara-Selatan bumi sehingga menimbulkan gelombang pasang yang
tinggi dan tsunami serta banjir.
Al-Qur’an
Surrah Adz-Dzariyaat ayat 1: “Demi
(angin) yang menerbangkan debu dengan kuat” (QS.51: 1). Ayat ini menggambarkan
tentang terjadinya topan dan badai yang semakin intensif yang hingga saat ini
telah tercatat sedikitnya 200 jenis badai, topan dan angin puting beliung yang
terjadi di muka bumi.
Bahan Bacaan
Abdussalam. 1982. Sains
dan Dunia Islam; Menghidupkan Kembali Sains di Negara-negara Arab dan Islam.
Penerbit Pustaka. Perpustakaan Salman ITB Bandung.
Ahadnet.com. 2008. Madu
Lebah Obat Luka Akibat Diabetes di Amerika Serikat. http://docs.google.com/
Al-Qur’an dan
Terjemahannya. Mujamma’ Al-Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mush-haf Asy-Syarif
Medinah Munawarah P.O.Box 6262 Kerjaan Saudi Arabia.
Departemen Ilmu Tanah
FP-USU. 2006. Dasar Ilmu Tanah (Fundamentals
of Soil Science). Fakultas Pertanian USU, Medan.
Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam. 2000. Islam Untuk Disiplin Ilmu Astronomi. Editor:
Moedji Raharto. Departemen Agama RI, Jakarta.
Shihab, M.Q. 1997. Tafsir
Al-Qur’an Al-Karim; Tafsir atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya
Wahyu. Cetakan Kedua. Pustaka Hidayah, Bandung.
Sugiyanto dan D. Endarto.
2008. Mengkaji Ilmu Geografi1. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Kebakaran Merupakan Azab Allah Bagi Orang Bakhil
KEBAKARAN SEBAGAI AZAB BAGI
ORANG YANG BAKHIL
MATERI KHUTBAH JUM’AT
di Masjid Nur-Akhiriyah, Kecamatan Binjai Timur, Binjai
Jum’at, 23 Oktober 2015
Oleh: Prof. Dr. Ir. H. Abdul Rauf, MP
KEBAKARAN terjadi di mana-mana, belum padam di Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, dan hampir seluruh Kalimantan dan Papua, sudah
menyusul di Padang Sumbar, Gunung Lawu. dan Gunung Semeru.
Asap menyelimuti hamper seluruh wilayah di Indonesia
hingga sampai ke Thailand, Filipina dan Australia.
Kemenlu Australia menyatakan kebakaran hutan di Indonesia
sulit diatasi/dipadamkan.
Apakah sederetan peristiwa kebakaran ini sesuatu yang
biasa? Hanya karena perstiwa alam akibat ulah manusia yang tidak bertanggung
jawab? Wallahu’alam…!!
Namun sebagai insan yang beriman, kita patut interopeksi
diri.
Kebakaran erat kaitannya dengan sifat bakhil (kikir dan
riya) dari manusia karena gelimang harta benda dan engkar untuk membelanjakan
harta benda itu di jalan Allah (tidak mengeluarkan zakat dan ogah untuk
bersedekah).
Saat ini nyaris tak terdengar orang yang berzakat harta,
zakat perniagaan, zakat hasil panen pertanian, zakat ternak, zakat simpanan
emas, dan lain-lain.
Orang selalu berdalih kalau zakat hasil KELAPA SAWIT
tidak ada di atur dalam ilmu Fiqh sehingga hasil panennya tidak perlu
diizakati. Padahal hokum dasrnya ada, yaitu zakat biji-bijian, zakat kurma dll.
Itulah mungkin yang menyebabkan terjadinya kebakaran
dimana-mana yang sulit dipadamkan meskipun semua kekuatan dan teknologi canggih
sudah dikerahkan.
Allah SWT memperingatkan kita dalam al-Qur’an Surrah
Al-Baqoroh, 266:
"Apakah ada salah seorang di antaramu yang
ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai;
dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa
tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka
kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya” (QS. Al-Baqoroh, 266).
Para ahli tafsir menelaah ayat 266 surrah Al-Baqoroh ini
sebagai perumpamaan orang yang bakhil menafkahkan hartanya karena alasan untuk
diwariskan kepada anak cucunya, ia takut keturunannya terlantar, dia tidak
yakin bahwa setiap orang sudah diatur Allah SWT akan masa depan hidupnya,
termasuk rezekinya, jika dia selalu berusaha dan berdoa dalam kebaikan.
Padahal harta benda yang dinafkahkan di jalan Allah akan
terpelihara dari kebakaran, kebanjiran, dan kecurian.
Hadits Qudsi Riwayat Baihaqi:
“Wahai bani Adam!
Pindahkanlah simpanan duniamu kepada simpanan disisi-Ku, dan janganlah habis
karena kebakaran, kebanjiran, dan bukan pula habis karena kecurian. Aku akan
memberikannya kembali (tunai) kepada mu, bilamana engkau sangat membutuhkannya (HQR. Baihaqi).
Memindahkan simpanan dunia kita kepada simpanan di sisi
Allah SWT bermakna menafkahkan harta di jalan Allah SWT dengan selalu berzakat,
berqurban, bersedekah, berinfak dan berjihad di jalan Allah SWT.
Harta benda yang ditumpuk, disimpan dan tidak pernah
disedekahkan selama hidup di dunia ini, di akhirat kelak akan menjadi api
pembakar dirinya di dalam neraka.
Al-Qur’an Surrah At-Taubah, ayat 35 secara gambling
mengisyaratkan:
“Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam
neraka Jahannam, lalu dibakar dengan-nya dahi mereka, lambung dan punggung
mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri (selama di dunia), Maka rasakanlah sekarang (akibat
dari) apa yang kamu simpan itu" (QS.
At-Taubah, 35).
Kebakaran yang bertubi-tubi sebagai pertanda azab Allah
SWT kepada manusia.
Keadaan ini sudah pernah terjadi pada zaman nabi Luth
as, sebagaimana diabadikan dalam al-Qur’an surrah Huud ayat 82:
“Maka tatkala datang azab kami, kami jadikan
negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan kami hujani
mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, (QS. Huud, 82).
Akankah kebakaran yang bertubi-tubi terjadi di negeri kita
ini sebagai pertanda azab menuju kemusnahan negeri ini atau kemusnahan bumi
ini? Apakah saat ini sudah akhir zaman? Wallahu’alam..!!
Guna menjawab sederatan pertanyaan itu, mari kita
renungkan hadits Rasulullah SAW berikut ini:
“Pada akhir zaman
kelak akan dicabut Allah SWT 4 perkara: pertama, akan dicabut Allah perasaan
kasih sayang dari setiap hati manusia; kedua, akan dicabut Allah keberkahan
dari permukaan bumi; ketiga, akan dicabut Allah keadilan dari para hakim; dan
keempat akan dicabut Allah rasa malu dari para wanita” (HR. Mutafaqun-alaih).
Demikian, semoga bermanfaat…
Rabu, 08 April 2015
Budidaya Padi Sawah di Lahan Gambut
POTENSI
DAN KEBERLANJUTAN BUDIDAYA PADI SAWAH DI LAHAN GAMBUT PANTAI TIMUR SUMATERA
UTARA
Abdul Rauf1) dan Rahmawaty2)
Staf
Pengajar Ilmu Tanah1) dan Managemen Hutan2) Fakultas
Pertanian USU
ABSTRAK
Kajian
potensi dan keberlanjutan budidaya padi sawah di lahan gambut Pantai Timur
Sumatera Utara telah dilakukan pada Oktober hingga Desember 2103. Ruang lingkup
kajian meliputi analisis distribusi lahan gambut yang masih digunakan untuk
budidaya padi sawah yang dilanjutkan dengan karakterisasi lahan gambut tersebut
di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Pelaksanaan kajian diawali dengan
pengumpulan dan analisis peta penggunaan lahan, terutama peta lahan sawah
berdasarkan peta landsat terbaru kawasan lahan gambut Pantai Timur Sumatera
Utara dan dilanjutkan dengan survei lapangan dan wawancara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lahan gambut yang digunakan untuk lahan sawah di Pantai Timur
Sumatera Utara hingga saat ini (2009-2011) tersisa 72,114 hektar (di
Kabupaten Asahan) dari sekitar 178,736 hektar pada tahun 2003 hingga 2006. Lahan
gambut yang digunakan untuk sawah ini memiliki karakkteristik dan tingkat
kesuburan yang baik dengan produktivitas yang tinggi melebihi standar rata-rata
produksi nasional (> 6 ton/hektar) dikarenakan terdapatnya lapisan bahan tanah
mineral setebal 17-25 cm di atas bahan tanah gambutnya.
Kata
kunci:
keberlanjutan, padi sawah, lahan gambut,
Pantai Timur Sumatera Utara.
PENDAHULUAN
Luas
lahan gambut (termasuk gambut sangat dangkal atau tanah mineral bergambut) di
Sumatera Utara menempati urutan ke empat di pulau Sumatera dengan luas 0,325
juta hektar (4,5% dari luas total di Pulau Sumatera). Penyebaran lahan gambut
di Propinsi Sumatera Utara dengan luas persisnya sekitar 325.296 hektar tersebut
terdapat di pantai timur, yakni di wilayah kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu
Utara, Labuhan Batu Selatan, Asahan dan Batubara. Di pantai barat terdapat
cukup luas di wilayah kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal, serta sedikit
di kabupaten Tapanuli Tengah. Disamping itu, masih terdapat lahan gambut pedalaman
di bagian tengah propinsi, yakni di wilayah kabupaten Tapanuli Utara, Humbang
Hasundutan, Samosir dan Toba Samosir.
Lahan
gambut di Sumatera Utara, sebagian besar (sekitar 70%) merupakan gambut sedang
(kedalaman 1-2 metar) seluas 228.384 hektar, terutama terdapat di kabupaten
Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Batubara, Tapanuli
Selatan, Mandailing Natal dan Asahan, serta umumnya didominasi oleh gambut
dengan tingkat kematangan saprists yang bercampur dengan tanah mineral, dan sebagian hemists bercampur tanah mineral dan campuran
antara saprists dan hemists.
Sedangkan sisanya merupakan gambut-dalam (> 3 meter) dan
gambut-dangkal (< 1 meter) yang prosentase luasnya hampir sama, yaitu
masing-masing seluas 49.699 hektar (15,3%) dan 47.212 hektar (14,5%). Gambut-dalam
umumnya didominasi oleh gambut saprists, sedangkan gambut-dangkal
seluruhnya berupa gambut hemists
bercampur tanah mineral.
Berbagai
penelitian mendapatkan bahwa rendahnya produktivitas komoditas tanaman pangan
(khususnya padi sawah) dalam skala usahatani di lahan gambut disebabkan antara
lain, petani belum menerapkan teknik budidaya yang spesifik. Kendala utama yang
ditemui pada lahan gambut adalah keadaan biofisik yang sukar diatasi seperti pH
rendah, tingginya konsentrasi asam-asam organik, aluminiun (Al) dan besi (Fe)
sehingga pertumbuhan tanaman terhambat akibat keracunan. Oleh karenanya
usahatani padi di lahan gambut memerlukan teknik budidaya tersendiri, karena
keadaan tanah dan lingkungannya tidak serupa dengan lahan sawah irigasi.
Kesalahan budidaya dapat menyebabkan gagalnya panen dan dapat pula merusak
tanah dan lingkungan. Teknologi budidaya tanaman pangan (khususnya padi) di
lahan gambut yang diperoleh dari hasil penelitian oleh Balai-Balai Penelitian
telah mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani sebesar 75-100%.
Selain itu, dalam pemanfaatan lahan gambut untuk padi sawah, perlu diperhatikan faktor
ketebalan gambut. Lahan gambut dangkal (< 1 m) dan gambut sedang (1-2 m)
masih sesuai untuk pengembangan padi sawah.
Terkait
dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan ketahanan pangan di Sumatera Utara
maka pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya padi sawah sangat potensial dan
memungkinkan untuk dilakukan dan atau ditingkatkan. Untuk itu, harus diawali
dengan penelitian/kajian distribusi dan tingkat
produktivitas padi sawah pada lahan gambut, khususnya di wilayah Pantai Timur Sumatera
Utara.
BAHAN DAN METODA
Penelitian/kajian
tentang potensi dan keberlanjutan yang dilihat berdasarkan tingkat
produktivitas padi sawah pada lahan gambut di Pantai Timur Sumatera Utara telah
dilakukan pada Oktober hingga Desember 2103. Ruang lingkup kajian ini meliputi analisis
distribusi lahan gambut yang masih digunakan untuk budidaya padi sawah yang dilanjutkan
dengan karakterisasi lahan gambut tersebut di kawasan Pantai Timur Sumatera
Utara.
Pelaksanaan kajian diawali dengan pengumpulan dan analisis peta
penggunaan lahan, terutama peta lahan sawah berdasarkan peta landsat terbaru
kawasan lahan gambut Pantai Timur Sumatera Utara dan dilanjutkan dengan survei lapangan
dan wawancara. Survei lapangan dilakukan pada daerah-daerah lahan gambut yang
digunakan untuk budidaya padi sawah di Pantai Timur Sumatera Utara. Titik-titik
pengamatan, pembuatan profil tanah, pengeboran dan pengambilan sampel tanah ditandai
posisi geografisnya menggunakan GPS.
Contoh tanah dianalisis di Laboratorium
BPTP Provinsi Sumatera Utara guna mendapatkan data tentang kadar bahan organik
(C-organik dan N-total serta nisbah C/N), pH, KTK, Kejenuhan Basa dan basa-basa
tukar, serta P-tersedia dan P-total tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Luas Sawah di Lahan Gambut Pantai Timur Sumatera Utara
Hasil
analisis peta citra landsat dapat diketahui bahwa hingga tahun 2006 sawah di
lahan gambut pantai timur Sumatera Utara terdapat di dua Kabupaten yaitu
Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu dengan luas mencapai 178,736
hektar, dengan masing-masing 86,246 hektar di Kabupaten Asahan dan 92,49 hektar
di Kabupaten Labuhan Batu (Tabel 1).
Tabel
1. Perkembangan luas sawah di lahan gambut pantai timur Sumatera Utara tahun
2003, 2006, 2009 dan 2011.
Kabupaten
|
Tahun
|
|||
2003
|
2006
|
2009
|
2011
|
|
Asahan
|
86,246
|
86,246
|
72,114
|
72,114
|
Labuhan Batu
|
92,490
|
92,490
|
0,000
|
0,000
|
Jumlah
|
178,736
|
178,736
|
72,114
|
72,114
|
Sumber:
Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Dari
Tabel 1 dapat pula diketahui bahwa antara tahun 2006 ke tahun 2009 sawah lahan
gambut di Kabupaten Asahan berkurang seluas 14,132 hektar atau sekitar 16,39% (dari 86,246 hektar menjadi 72,114 hektar), sementara di Kabupaten Labuhan Batu, sawah di lahan gambut tidak
ada lagi atau mengalami penurunan luas sebesar 100% setelah tahun 2006 hingga
ke tahun 2009 dan tahun 2011, bahkan hingga sekarang. Berkurangnya luas lahan
gambut yang digunakan untuk sawah di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan
Batu tersebut karena dialihfungsi menjadi lahan budidaya perkebunan, terutama
kebun kelapa sawit, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel
2. Matriks perubahan luas sawah di lahan gambut di Kabupaten Asahan dari tahun
2006 ke tahun 2009
Tutupan Lahan 2006
|
Tutupan Lahan 2009
|
Luas Sawah 2006 (Ha)
|
|
Perkebunan (Ha)
|
Sawah (Ha)
|
||
Sawah
|
14,132
|
72,114
|
86,25
|
Total Sawah
|
72,114
|
86,25
|
Sumber:
Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Tabel
3. Matriks perubahan luas sawah di lahan gambut di Kabupaten Labuhan Batu dari
tahun 2006 ke tahun 2009
Tutupan Lahan 2006
|
Tutupan Lahan 2009
|
Luas Sawah 2006 (Ha)
|
|
Perkebunan (Ha)
|
Sawah (Ha)
|
||
Sawah
|
92,49
|
0
|
92,49
|
Total Sawah
|
0
|
92,49
|
Sumber:
Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Alihfungsi seluruh (100%) lahan sawah di lahan gambut menjadi lahan
perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu terjadi antara tahun 2006 ke tahun 2009
(Tabel 3) yang hingga kini tidak ada lagi lahan gambut yang digunakan untuk
budidaya padi sawah di sana. Lahan sawah di lahan gambut tersebut umumnya
dialihfungsi menjadi lahan untuk budidaya (perkebunan) kelapa sawit yang
dikombinasi dengan tanaman nenas di lahan selanya (pada kebun kelapa sawit yang
belum menghasilkan).
B.
Karakteristik
Lahan Sawah di Lahan Gambut Pantai Timur Sumatera Utara
Kajian
karakteristik lahan gambut yang masih digunakan untuk persawahan dilakukan
dengan pengumpulan dan analisis data lapangan dan data analisis laboratorium
yang diambil dari 7 titik sampel sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Pengamatan
lapangan terhadap karakteristik lahan gambut yang dipersawahkan ini dilihat
dari penampang vertikal (profil tanah) gambut dengan ketebalan lapisan
masing-masing, yang terdiri dari lapisan tanah mineral di bagian atas berkisar
antara 17-25 cm dan ketebalan bahan tanah gambutnya di bagian bawah lapisan
bahan tanah mineral tersebut yang berkisar antara 90-125 cm (Tabel 4).
Struktur
lapisan (morpologi) lahan gambut di lokasi kajian dengan lapisan tanah mineral
di bagian atas dan diikuti dengan lapisan bahan tanah gambut di bagian bawahnya
dapat terjadi karena proses pengendapan (sedimentasi) bahan tanah mineral yang
berasal dari air irigasi yang digunakan. Air irigasi yang keruh mengindikasikan
mengandung sedimen yang tinggi sehingga begitu tergenang di petakan sawah akan
mengendap ke atas permukaan gambut. Proses sedimentasi yang berlangsung lama,
berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan PPL di lokasi kajian, lahan
gambut di sana sudah dibuka untuk budidaya padi sawah sejak tahun 1972-1976
atau lebih dari 35 tahun, menyebabkan terbentuknya lapisan tanah mineral di
atas lapisan tanah gambut yang dipersawahkan di lokasi kajian ini.
Keberadaan
lapisan tanah mineral di atas lapisan tanah gambut di lokasi kajian ini
memiliki banyak keuntungan bagi produktivitas dan konservasi tanah gambutnya.
Lapisan tanah mineral tersebut merupakan salah satu faktor lahan gambut yang
dipersawahkan di lokasi kajian ini memiliki potensi produksi yang tergolong
tinggi (berkisar antara 6,25-6,75 ton per hektar, berdasarkan hasil wawancara)
melebihi rata-rata produktivitas nasional.
Tabel
4. Karakteristik lahan gambut yang digunakan untuk lahan sawah di Desa Panca
Arga Kecamatan Rawang Panca Kabupaten Asahan
No.
|
Parameter
|
Titik
Sampel Pengamatan
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
1
|
Koordinat titik
pengambilan sampel
|
LU: 03o05’14,3”
BT: 99o39’43,1”
|
LU: 03o05’50,6”
BT: 99o39’03,9”
|
LU: 03o05’52,0”
BT: 99o39’04,3”
|
LU: 03o05’52,1”
BT: 99o39’06,7”
|
LU: 03o05’54,8”
BT: 99o39’10,4”
|
LU: 03o06’01,6”
BT: 99o39’10,8”
|
LU: 03o06’11,9”
BT: 99o39’29,6”
|
2
|
Elevasi (m.dpl)
|
19
|
16
|
9
|
6
|
7
|
11
|
16
|
3
|
Ketebalan tanah
mineral lap.atas (cm)
|
17
|
23
|
25
|
20
|
21
|
19
|
21
|
4
|
Ketebalan bahan tanah
gambut (cm)
|
90
|
100
|
125
|
113
|
115
|
98
|
100
|
5
|
Tingkat
kematangan gambut
|
Saprik
|
Saprik-Hemik
|
Saprik-Hemik
|
Saprik-Hemik
|
Saprik-Hemik
|
Saprik
|
Saprik-Hemik
|
6
|
C-organik (%)
|
15,98
|
15,72
|
16,58
|
16,99
|
15,67
|
15,85
|
15,97
|
7
|
N-Total (%)
|
1,95
|
1,17
|
1,35
|
1,89
|
1,17
|
1,19
|
1,97
|
8
|
pH.H2O
|
6,5
|
6,3
|
5,5
|
6,0
|
5,5
|
5,5
|
5,3
|
9
|
Ratio C/N
|
8,19
|
13,44
|
12,28
|
8,99
|
13,39
|
13,32
|
8,11
|
10
|
P-tersedia (ppm)
|
8,4
|
11,3
|
12,1
|
13,0
|
9,5
|
9,7
|
10,0
|
11
|
P-ekstrak HCl 25% (ppm)
|
87,34
|
109,12
|
56,78
|
97,05
|
100,16
|
76,56
|
83,11
|
12
|
K-dapat tukar
(me%)
|
0.15
|
0,17
|
0,13
|
0,11
|
0,18
|
0,19
|
0,17
|
13
|
K-ekstrak HCl 25% (ppm)
|
178,98
|
132,66
|
147,89
|
173,53
|
125,67
|
187,54
|
157,73
|
14
|
Ca-dapat tukar
(me%)
|
3,45
|
4,34
|
2,52
|
5,41
|
5,32
|
3,67
|
4,46
|
15
|
Mg-dapat tukar
(me%)
|
5,59
|
5,24
|
6,92
|
4,23
|
1,35
|
2,34
|
5,67
|
16
|
Na-dapat tukar
(me%)
|
1,76
|
0,43
|
0,37
|
0,29
|
1,56
|
1,22
|
1,43
|
17
|
KTK (me%)
|
187,15
|
183,65
|
174,33
|
154,23
|
212,12
|
203,45
|
197,56
|
18
|
Kejenuhan Basa
(%)
|
5,85
|
5,54
|
5,70
|
6,51
|
3,97
|
3,65
|
5,94
|
Pada
lahan gambut yang memiliki/berlapis dengan bahan tanah
mineral atau terjadi pengkayaan tanah mineral dengan ketebalan total (dengan
lapisan gambutnya) kurang dari 140 cm dengan tingkat kematangan saprik
merupakan lahan kelas kesesuain S1 (sangat sesuai) untuk semua komoditas
tanaman pertanian/kehutanan, termasuk tanaman padi sawah (BPT Bogor, 2003). Hal
ini sesuai dengan hasil kajian sebagaimana tertera pada Tabel 4 yang
mendapatkan bahwa lahan gambut yang digunakan untuk sawah di lokasi kajian
memliki ketebalan total kurang dari 140 cm dengan tingkat kematangan saprik (di
bagian atas) hingga hemik (di bagian dasar gambut).
Selain itu, kandungan bahan organik (kadar C-organik) tanah
gambut yang dipersawahkan ini yang berkisar antara 15,67%-16,99% (Tabel 4) bila
ditinjau berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang
dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) tergolong tinggi. Kadar
hara N-totalnya bervariasi dari 1,17%-1,95% tergolong sangat tinggi dan ratio
C/N yang berkisar antara 8,11-13,44 (Tabel 4) menunjukkan bahwa gambut sudah
terdekomposisi lanjut sehingga tingkat kematangannya tergolong saprik yang
menjadikannya sangat sesuai untuk budidaya padi sawah.
Dari Tabel 4 dapat pula diketahui bahwa kadar P tersedia
(8,4-12,0 ppm) dan kadar K dapat dipertukarkan (0,11-0,19 me%) di tanah gambut
yang diperswahkan di Kabupaten Asahan ini bila ditinjau berdasarkan Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) tergolong rendah, sementara P-totalnya yang berkisar
antara 56,78-109,12 ppm atau 0,0057-0,011% dan K-totalnya yang berkisar antara
125,67-187,54 ppm atau 0,013-0,019% tergolong sangat rendah. Hal ini dapat
terjadi karena gambut yang sudah matang dan telah sangat lama digunakan untuk
pertanaaman padi sawah, yaitu lebih dari 35 tahun (dibuka sejak tahun
1972-1976) memungkinkan kadar hara utama seperti P dan K telah banyak digunakan
tanaman atau tercuci ke lapisan bawah dan ke saluran drainase.
Tingkat kemasaman (pH) tanah gambut yang dipersawahkan di
Kabupaten Asahan ini berkisar antara 5,3-6,5 (Tabel 4) tergolong masam hingga
agak masam berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang
dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), namun berdasarkan
evaluasi kesesuaian lahan yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor
(2003), kisaran pH tanah tersebut sudah cukup sesuai (S2) hingga sangat sesuai
(S1) untuk budidaya padi sawah.
Kadar basa-basa tukar lainnya, yaitu Ca-dapat dipertukarkan yang
berkisar antara 2,52-5,41
me% (Tabel 4) berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang
dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), tergolong rendah sampai sedang,
sementara Mg-dapat dipertukarkan berkisar antara 1,35-6,92 me% (Tabel 4.4)
tergolong sedang hingga tinggi dan Na-dapat dipertukarkan sebesar 0,29-1,76 me%
(Tabel 4) tergolong rendah.
Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut yang dipersawahkan di
Kabupaten Asahan ini sebesar 154,23-212,12 me% berdasarkan Kriteria Sifat Kimia
Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), tergolong sangat tinggi. Hal ini
sesuai dengan karakteristik gambut secara umum yang memiliki KTK sangat tinggi
karena asam organik dan humus yang tinggi pada bahan tanah gambut tersebut
merupakan koloid organik yang memiliki kemampuan menjerap kation sangat tinggi.
Keberadaan basa-basa
tukar (K, Ca, Mg dan Na) yang umumnya rendah di tanah gambut ini sementara
kapasitas tukar kation (KTK) tanahnya yang sangat tinggi menyebabkan kejenuhan
basa di tanah gambut yang dipersawahkan ini (3,65-6,51%) (Tabel 4) menjadi
tergolong sangat rendah bila ditinjau berdasarkan Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005).
Gambut bercampur tanah mineral ini memiliki sistem koloid yang
tidak hanya koloid organik atau humus dari bahan gambut, tetapi juga memiliki
koloid liat dari bahan tanah mineral yang melapisinya. Dengan demikian, unsur
hara yang disangga (di-buffer) menjadi kompleks, baik hara dalam bentuk kation
maupun anion. Selain itu, hara dari bahan organik seperti N, P, S, dan unsur
hara mikro lainnya tidak mudah tercuci karena disangga oleh koloid organik,
sementara unsur hara berbentuk kation (basa dan logam berat) dapat disangga
oleh koloid liat di dalam bahan tanah mineral. Hasil analisis tanah mineral di
lapisan atas tanah gambut yang digunakan untuk budidaya padi sawah di Kabupaten
Asahan disajikan pada Tabel 5.
Tabel
5. Sifat kimia tanah mineral di lapisan atas tanah gambut yang digunakan untuk
lahan sawah di Desa Panca Arga Kecamatan Rawang Panca Kabupaten Asahan
No.
|
Parameter
|
Titik
Sampel Pengamatan
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
1
|
Koordinat titik
pengambilan sampel
|
LU: 03o05’14,3”
BT: 99o39’43,1”
|
LU: 03o05’50,6”
BT: 99o39’03,9”
|
LU: 03o05’52,0”
BT: 99o39’04,3”
|
LU: 03o05’52,1”
BT: 99o39’06,7”
|
LU: 03o05’54,8”
BT: 99o39’10,4”
|
LU: 03o06’01,6”
BT: 99o39’10,8”
|
LU: 03o06’11,9”
BT: 99o39’29,6”
|
2
|
Elevasi (m.dpl)
|
19
|
16
|
9
|
6
|
7
|
11
|
16
|
3
|
C-organik (%)
|
2,13
|
2,98
|
2,94
|
3,51
|
3,73
|
2,74
|
2,12
|
4
|
N-Total (%)
|
0,17
|
0,95
|
1,35
|
1,89
|
1,17
|
0,97
|
0,19
|
5
|
pH.H2O
|
6,0
|
5,9
|
5,8
|
5,5
|
5,5
|
6,5
|
6,3
|
6
|
Ratio C/N
|
12,52
|
3,14
|
2,18
|
1,86
|
3,19
|
2,82
|
11,16
|
7
|
P-tersedia (ppm)
|
13,0
|
17,3
|
21,1
|
33,5
|
29,5
|
14,7
|
20,0
|
8
|
P-ekstrak HCl 25% (%)
|
0,045
|
0,037
|
0,043
|
0,029
|
0,057
|
0,055
|
0,047
|
9
|
K-ekstrak HCl 25% (%)
|
0,11
|
0,19
|
0,13
|
0,09
|
0,19
|
0,20
|
0,15
|
10
|
K-dapat tukar
(me%)
|
0.18
|
0,17
|
0,15
|
0,14
|
0,18
|
0,19
|
0,17
|
11
|
Ca-dapat tukar
(me%)
|
9,05
|
8,71
|
7,18
|
6,31
|
5,17
|
9,80
|
8,91
|
12
|
Mg-dapat tukar
(me%)
|
5,67
|
4,34
|
4,56
|
7,19
|
5,18
|
5,19
|
6,82
|
13
|
Na-dapat tukar
(me%)
|
0,29
|
0,13
|
0,17
|
0,23
|
0,19
|
0,22
|
0,22
|
14
|
KTK (me%)
|
30,98
|
26,79
|
45,73
|
49,24
|
33,61
|
36,43
|
38,23
|
15
|
Kejenuhan Basa
(%)
|
49,03
|
49,83
|
26,37
|
28,17
|
31,89
|
42,27
|
42,17
|
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa kadar basa-basa tukar di
tanah mineral bagian atas dari tanah gambut yang dipersawashkan, terutama
Mg-dapat dipertukarkan sebanyak 4,34-7,19 me% dan Ca-dapat dipertukarkan
sebanyak 5,17-9,80 me% masing-masing tergolong tinggi dan sedang, meskipun
K-dapat dipertukarkan sebanyak 0,14-0,19 me% dan Na-dapat dipertukarkan
sebanyak 0,13-0,29 me% tergolong rendah bila ditinjau berdasarkan Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005).
Kadar K-total di tanah mineral yang melapisi bagian atas tanah
gambut yang dipersawahkan sebesar 0,09-0,20% (Tabel 5) tergolong sedang sampai
tinggi bila ditinjau berdasarkan
Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), sementara
kadar P-totalnya sebesar 0,029-0,057% tergolong
rendah sampai sedang dan kadar N-total sebesar 0,17-1,89% tergolong rendah
hingga sangat tinggi. Tanah mineral bagian atas dari tanah gambut ini
mengandung bahan organik tergolong sedang sampai tinggi dengan kadar C-organik
sebesar 2,12% hingga 3,73% (Tabel 5).
Nisbah C/N tanah mineral lapisan atas tanah gambut yang
dipersawahkan di Kabupaten Asahan ini berkisar antara 1,86-12,52 (Tabel 5)
dengan kriteria sangat rendah hingga sedang berdasarkan Kriteria Sifat Kimia
Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005). Hal ini
berarti tanah berarti tanah mineral tersebut memiliki bahan organik yang
umumnya sudah melapuk sempurna.
Nilai
pH tanah mineral paisan atas tanah gambut ini berkisar antara 5,5-6,5 (Tabel 5)
yang berdasarkan Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)
tergolong masam hingga agak masam, namun menurut evaluasi kesesuaian lahan oleh
Balai Penelitian Tanah Bogor (2003), nilai kisaran pH tersebut masuk ke dalam
kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk padi sawah.
Demikian
halnya dengan nilai kejenuhan basa (KB) dan nilai kapasitas tukar kation (KTK)
tanah mineral di lapisan atas tanah gambut ini tergolong ke dalam kelas
kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) berdasarkan kriteria evaluasi lahan oleh
Balai Penelitian Tanah Bogor (2003). Nilai KTK dengan kisaran 26,79-49,24 me%
(Tabel 5) ini tergolong tinggi hingga sangat tinggi, sedangkan nilai KB yang
berkisar antara 26,37-49,83% (Tabel 5) tergolong sedang hingga tinggi
berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian
Tanah Bogor (2005).
Dengan
adanya lapisan tanah mineral di atas permukaan gambut yang dipersawahkan
tersebut sekaligus dapat memelihara keberadaan bahan tanah gambutnya. Dalam
kondisi demikian, bahan tanah gambut tidak mudah terdekomposisi karena selalu
berada pada kondisi an-aerobik (tergenang dan tertimbun). Dengan demikian,
gambut akan terkonservasi dan dapat digunakan secara berkelanjutan. Dari bahan
tanah gambut yang terdekomposisi secara an-aerobik yang berlangsung sangat
lambat dapat secara terus menerus mensuplai unsur hara yang ditranspotasikan ke
lapisan tanah mineral (di bagian atas) sebagai tempat berjangkarnya akar
tanaman. Keberadaan gambut di lapisan bawah ini juga berperan dalam penyimpan
sekaligus pensuplai air sehingga tanah sawah di lahan gambut ini tidak akan
kelangkaan air.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Lahan gambut yang digunakan untuk lahan
sawah di Pantai Timur Sumatera Utara hingga saat ini (2009-2011) tinggal
berjumlah 72,114 hektar dari sekitar 178,736
hektar pada tahun 2003 hingga 2006.
2.
Lahan gambut seluas 72,114 hektar yang digunakan untuk sawah berada di
Kabupaten Asahan, Kecamatan Rawang Panca Arga, sedangkan lahan sawah pada
gambut di Kabupaten Labuhan Batu telah seluruhnya dialihfungsi menjadi
perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2006.
3.
Lahan gambut yang digunakan untuk sawah
di Kabupaten Asahan memiliki karakkteristik dan tingkat kesuburan yang baik
dengan produktivitas yang tinggi melebihi standar rata-rata produksi nasional
(> 6 ton/hektar) dikarenakan terdapatnya lapisan bahan tanah mineral setebal
17-25 cm di atas bahan tanah gambutnya.
4.
Lapisan tanah mineral di atas lapisan
tanah gambut yang dipersawahkan di Kabupaten Asahan diperkirakan akibat
sedimentasi dari air irigasi dan air limpasan permukaan yang telah berlangsung
sejak lahan gambut tersebut dibuka untuk pertanian pada periode tahun 1972-1976.
5.
Keberadaan lapisan tanah mineral di atas
lapisan bahan tanah gambut yang dipersawahkan sekaligus sebagai pengaman
(konservasi) keberadaan lahan gambut di Pantai Timur Sumatera Utara, khsusnya
di Kabupaten Asahan.
Saran dan Rekomendasi
1.
Lahan gambut tersisa yang digunakan
untuk lahan sawah di Pantai Timur Sumatera Utara seluas 72,114 hektar di Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan ini perlu
dipertahankan keberadaannya karena disamping produktivitasnya yang tinggi, juga
sebagai upaya konservasi sumberdaya alam yang sangat berharga bagi keberlanjutan
budidaya padi sawah di lahan gambut dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa
mendatang.
2.
Untuk meningkatkan dan mengembangkan
lahan gambut sebagai lahan sawah yang memiliki produktivitas tinggi, maka
pelapisan bahan tanah mineral di atas bahan tanah gambutnya merupakan tindakan
yang sangat diperlukan agar pengkayaan tanah gambut tersebut dapat mengeliminir
pengaruh negatif dari karakteristik buruk gambutnya, selain dapat menjamin
keberlangsungan keberadaan (konservasi) lahan gambut tersebut.
3.
Perlu segera dikeluarkan regulasi untuk
mencegah alihfungsi lahan gambut tersisa yang masih digunaakan untuk lahan
sawah untuk penggnaan lain dan memberikan reward (penghargaan) bagi petani yang
masih mempertahankan lahan gambut sebagai lahan sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian Dan
Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Balai
Penelitian Tanah. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas
Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisa Kimia Tanah,
Tanaman, Air Dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, Bogor.
Barchia, M.F. 2012. Gambut; Agroekosistem dan Tranformasi Karbon. Gadjah Mada
University Press.
Widyati, E. 2012. Kajian Optimasi Pengelolaan
Lahan Gambut dan Isu Perubahan Iklim. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Lahan, Bogor.
Langganan:
Postingan (Atom)