Rabu, 08 April 2015

Budidaya Padi Sawah di Lahan Gambut


POTENSI DAN KEBERLANJUTAN BUDIDAYA PADI SAWAH DI LAHAN GAMBUT PANTAI TIMUR SUMATERA UTARA
Abdul Rauf1) dan Rahmawaty2)
Staf Pengajar Ilmu Tanah1) dan Managemen Hutan2) Fakultas Pertanian USU
ABSTRAK
Kajian potensi dan keberlanjutan budidaya padi sawah di lahan gambut Pantai Timur Sumatera Utara telah dilakukan pada Oktober hingga Desember 2103. Ruang lingkup kajian meliputi analisis distribusi lahan gambut yang masih digunakan untuk budidaya padi sawah yang dilanjutkan dengan karakterisasi lahan gambut tersebut di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Pelaksanaan kajian diawali dengan pengumpulan dan analisis peta penggunaan lahan, terutama peta lahan sawah berdasarkan peta landsat terbaru kawasan lahan gambut Pantai Timur Sumatera Utara dan dilanjutkan dengan survei lapangan dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan gambut yang digunakan untuk lahan sawah di Pantai Timur Sumatera Utara hingga saat ini (2009-2011) tersisa 72,114 hektar (di Kabupaten Asahan) dari sekitar 178,736 hektar pada tahun 2003 hingga 2006. Lahan gambut yang digunakan untuk sawah ini memiliki karakkteristik dan tingkat kesuburan yang baik dengan produktivitas yang tinggi melebihi standar rata-rata produksi nasional (> 6 ton/hektar) dikarenakan terdapatnya lapisan bahan tanah mineral setebal 17-25 cm di atas bahan tanah gambutnya.
Kata kunci: keberlanjutan, padi sawah, lahan gambut, Pantai Timur Sumatera Utara.

PENDAHULUAN
Luas lahan gambut (termasuk gambut sangat dangkal atau tanah mineral bergambut) di Sumatera Utara menempati urutan ke empat di pulau Sumatera dengan luas 0,325 juta hektar (4,5% dari luas total di Pulau Sumatera). Penyebaran lahan gambut di Propinsi Sumatera Utara dengan luas persisnya sekitar 325.296 hektar tersebut terdapat di pantai timur, yakni di wilayah kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Asahan dan Batubara. Di pantai barat terdapat cukup luas di wilayah kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal, serta sedikit di kabupaten Tapanuli Tengah. Disamping itu, masih terdapat lahan gambut pedalaman di bagian tengah propinsi, yakni di wilayah kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Samosir dan Toba Samosir.
Lahan gambut di Sumatera Utara, sebagian besar (sekitar 70%) merupakan gambut sedang (kedalaman 1-2 metar) seluas 228.384 hektar, terutama terdapat di kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Batubara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal dan Asahan, serta umumnya didominasi oleh gambut dengan tingkat kematangan saprists yang bercampur dengan tanah mineral, dan sebagian hemists bercampur tanah mineral dan campuran antara saprists dan hemists. Sedangkan sisanya merupakan gambut-dalam (> 3 meter) dan gambut-dangkal (< 1 meter) yang prosentase luasnya hampir sama, yaitu masing-masing seluas 49.699 hektar (15,3%) dan 47.212 hektar (14,5%). Gambut-dalam umumnya didominasi oleh gambut saprists, sedangkan gambut-dangkal seluruhnya berupa gambut hemists bercampur tanah mineral.
Berbagai penelitian mendapatkan bahwa rendahnya produktivitas komoditas tanaman pangan (khususnya padi sawah) dalam skala usahatani di lahan gambut disebabkan antara lain, petani belum menerapkan teknik budidaya yang spesifik. Kendala utama yang ditemui pada lahan gambut adalah keadaan biofisik yang sukar diatasi seperti pH rendah, tingginya konsentrasi asam-asam organik, aluminiun (Al) dan besi (Fe) sehingga pertumbuhan tanaman terhambat akibat keracunan. Oleh karenanya usahatani padi di lahan gambut memerlukan teknik budidaya tersendiri, karena keadaan tanah dan lingkungannya tidak serupa dengan lahan sawah irigasi. Kesalahan budidaya dapat menyebabkan gagalnya panen dan dapat pula merusak tanah dan lingkungan. Teknologi budidaya tanaman pangan (khususnya padi) di lahan gambut yang diperoleh dari hasil penelitian oleh Balai-Balai Penelitian telah mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani sebesar 75-100%. Selain itu, dalam pemanfaatan lahan gambut untuk padi sawah, perlu diperhatikan faktor ketebalan gambut. Lahan gambut dangkal (< 1 m) dan gambut sedang (1-2 m) masih sesuai untuk pengembangan padi sawah.
Terkait dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan ketahanan pangan di Sumatera Utara maka pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya padi sawah sangat potensial dan memungkinkan untuk dilakukan dan atau ditingkatkan. Untuk itu, harus diawali dengan penelitian/kajian distribusi dan tingkat produktivitas padi sawah pada lahan gambut, khususnya di wilayah Pantai Timur Sumatera Utara.
BAHAN DAN METODA
Penelitian/kajian tentang potensi dan keberlanjutan yang dilihat berdasarkan tingkat produktivitas padi sawah pada lahan gambut di Pantai Timur Sumatera Utara telah dilakukan pada Oktober hingga Desember 2103. Ruang lingkup kajian ini meliputi analisis distribusi lahan gambut yang masih digunakan untuk budidaya padi sawah yang dilanjutkan dengan karakterisasi lahan gambut tersebut di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara.
Pelaksanaan kajian diawali dengan pengumpulan dan analisis peta penggunaan lahan, terutama peta lahan sawah berdasarkan peta landsat terbaru kawasan lahan gambut Pantai Timur Sumatera Utara dan dilanjutkan dengan survei lapangan dan wawancara. Survei lapangan dilakukan pada daerah-daerah lahan gambut yang digunakan untuk budidaya padi sawah di Pantai Timur Sumatera Utara. Titik-titik pengamatan, pembuatan profil tanah, pengeboran dan pengambilan sampel tanah ditandai posisi geografisnya menggunakan GPS.
Contoh tanah dianalisis di Laboratorium BPTP Provinsi Sumatera Utara guna mendapatkan data tentang kadar bahan organik (C-organik dan N-total serta nisbah C/N), pH, KTK, Kejenuhan Basa dan basa-basa tukar, serta P-tersedia dan P-total tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.      Perkembangan Luas Sawah di Lahan Gambut Pantai Timur Sumatera Utara
Hasil analisis peta citra landsat dapat diketahui bahwa hingga tahun 2006 sawah di lahan gambut pantai timur Sumatera Utara terdapat di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu dengan luas mencapai 178,736 hektar, dengan masing-masing 86,246 hektar di Kabupaten Asahan dan 92,49 hektar di Kabupaten Labuhan Batu (Tabel 1).
Tabel 1. Perkembangan luas sawah di lahan gambut pantai timur Sumatera Utara tahun 2003, 2006, 2009 dan 2011.
Kabupaten
Tahun
2003
2006
2009
2011
Asahan
86,246
86,246
72,114
72,114
Labuhan Batu
92,490
92,490
0,000
0,000
Jumlah
178,736
178,736
72,114
72,114
Sumber: Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Dari Tabel 1 dapat pula diketahui bahwa antara tahun 2006 ke tahun 2009 sawah lahan gambut di Kabupaten Asahan berkurang seluas 14,132 hektar atau sekitar 16,39% (dari 86,246 hektar menjadi 72,114 hektar), sementara di Kabupaten Labuhan Batu, sawah di lahan gambut tidak ada lagi atau mengalami penurunan luas sebesar 100% setelah tahun 2006 hingga ke tahun 2009 dan tahun 2011, bahkan hingga sekarang. Berkurangnya luas lahan gambut yang digunakan untuk sawah di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu tersebut karena dialihfungsi menjadi lahan budidaya perkebunan, terutama kebun kelapa sawit, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Matriks perubahan luas sawah di lahan gambut di Kabupaten Asahan dari tahun 2006 ke tahun 2009
Tutupan Lahan 2006
Tutupan Lahan 2009
Luas Sawah 2006 (Ha)
Perkebunan (Ha)
Sawah (Ha)
Sawah
14,132
72,114
86,25
Total Sawah
72,114
86,25
Sumber: Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Tabel 3. Matriks perubahan luas sawah di lahan gambut di Kabupaten Labuhan Batu dari tahun 2006 ke tahun 2009
Tutupan Lahan 2006
Tutupan Lahan 2009
Luas Sawah 2006 (Ha)
Perkebunan (Ha)
Sawah (Ha)
Sawah
92,49
0
92,49
Total Sawah
0
92,49
Sumber: Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Alihfungsi seluruh (100%) lahan sawah di lahan gambut menjadi lahan perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu terjadi antara tahun 2006 ke tahun 2009 (Tabel 3) yang hingga kini tidak ada lagi lahan gambut yang digunakan untuk budidaya padi sawah di sana. Lahan sawah di lahan gambut tersebut umumnya dialihfungsi menjadi lahan untuk budidaya (perkebunan) kelapa sawit yang dikombinasi dengan tanaman nenas di lahan selanya (pada kebun kelapa sawit yang belum menghasilkan).
B.       Karakteristik Lahan Sawah di Lahan Gambut Pantai Timur Sumatera Utara
Kajian karakteristik lahan gambut yang masih digunakan untuk persawahan dilakukan dengan pengumpulan dan analisis data lapangan dan data analisis laboratorium yang diambil dari 7 titik sampel sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Pengamatan lapangan terhadap karakteristik lahan gambut yang dipersawahkan ini dilihat dari penampang vertikal (profil tanah) gambut dengan ketebalan lapisan masing-masing, yang terdiri dari lapisan tanah mineral di bagian atas berkisar antara 17-25 cm dan ketebalan bahan tanah gambutnya di bagian bawah lapisan bahan tanah mineral tersebut yang berkisar antara 90-125 cm (Tabel 4).
Struktur lapisan (morpologi) lahan gambut di lokasi kajian dengan lapisan tanah mineral di bagian atas dan diikuti dengan lapisan bahan tanah gambut di bagian bawahnya dapat terjadi karena proses pengendapan (sedimentasi) bahan tanah mineral yang berasal dari air irigasi yang digunakan. Air irigasi yang keruh mengindikasikan mengandung sedimen yang tinggi sehingga begitu tergenang di petakan sawah akan mengendap ke atas permukaan gambut. Proses sedimentasi yang berlangsung lama, berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan PPL di lokasi kajian, lahan gambut di sana sudah dibuka untuk budidaya padi sawah sejak tahun 1972-1976 atau lebih dari 35 tahun, menyebabkan terbentuknya lapisan tanah mineral di atas lapisan tanah gambut yang dipersawahkan di lokasi kajian ini.
Keberadaan lapisan tanah mineral di atas lapisan tanah gambut di lokasi kajian ini memiliki banyak keuntungan bagi produktivitas dan konservasi tanah gambutnya. Lapisan tanah mineral tersebut merupakan salah satu faktor lahan gambut yang dipersawahkan di lokasi kajian ini memiliki potensi produksi yang tergolong tinggi (berkisar antara 6,25-6,75 ton per hektar, berdasarkan hasil wawancara) melebihi rata-rata produktivitas nasional.
Tabel 4. Karakteristik lahan gambut yang digunakan untuk lahan sawah di Desa Panca Arga Kecamatan Rawang Panca Kabupaten Asahan
No.
Parameter
Titik Sampel Pengamatan
1
2
3
4
5
6
7
1
Koordinat titik pengambilan sampel
LU: 03o05’14,3”
BT: 99o39’43,1”
LU: 03o05’50,6”
BT: 99o39’03,9”
LU: 03o05’52,0”
BT: 99o39’04,3”
LU: 03o05’52,1”
BT: 99o39’06,7”
LU: 03o05’54,8”
BT: 99o39’10,4”
LU: 03o06’01,6”
BT: 99o39’10,8”
LU: 03o06’11,9”
BT: 99o39’29,6”
2
Elevasi (m.dpl)
19
16
9
6
7
11
16
3
Ketebalan tanah mineral lap.atas (cm)
17
23
25
20
21
19
21
4
Ketebalan bahan tanah gambut (cm)
90
100
125
113
115
98
100
5
Tingkat kematangan gambut
Saprik
Saprik-Hemik
Saprik-Hemik
Saprik-Hemik
Saprik-Hemik
Saprik
Saprik-Hemik
6
C-organik (%)
15,98
15,72
16,58
16,99
15,67
15,85
15,97
7
N-Total (%)
1,95
1,17
1,35
1,89
1,17
1,19
1,97
8
pH.H2O
6,5
6,3
5,5
6,0
5,5
5,5
5,3
9
Ratio C/N
8,19
13,44
12,28
8,99
13,39
13,32
8,11
10
P-tersedia (ppm)
8,4
11,3
12,1
13,0
9,5
9,7
10,0
11
P-ekstrak HCl 25% (ppm)
87,34
109,12
56,78
97,05
100,16
76,56
83,11
12
K-dapat tukar (me%)
0.15
0,17
0,13
0,11
0,18
0,19
0,17
13
K-ekstrak HCl 25% (ppm)
178,98
132,66
147,89
173,53
125,67
187,54
157,73
14
Ca-dapat tukar (me%)
3,45
4,34
2,52
5,41
5,32
3,67
4,46
15
Mg-dapat tukar (me%)
5,59
5,24
6,92
4,23
1,35
2,34
5,67
16
Na-dapat tukar (me%)
1,76
0,43
0,37
0,29
1,56
1,22
1,43
17
KTK (me%)
187,15
183,65
174,33
154,23
212,12
203,45
197,56
18
Kejenuhan Basa (%)
5,85
5,54
5,70
6,51
3,97
3,65
5,94

Pada lahan gambut yang memiliki/berlapis dengan bahan tanah mineral atau terjadi pengkayaan tanah mineral dengan ketebalan total (dengan lapisan gambutnya) kurang dari 140 cm dengan tingkat kematangan saprik merupakan lahan kelas kesesuain S1 (sangat sesuai) untuk semua komoditas tanaman pertanian/kehutanan, termasuk tanaman padi sawah (BPT Bogor, 2003). Hal ini sesuai dengan hasil kajian sebagaimana tertera pada Tabel 4 yang mendapatkan bahwa lahan gambut yang digunakan untuk sawah di lokasi kajian memliki ketebalan total kurang dari 140 cm dengan tingkat kematangan saprik (di bagian atas) hingga hemik (di bagian dasar gambut).
Selain itu, kandungan bahan organik (kadar C-organik) tanah gambut yang dipersawahkan ini yang berkisar antara 15,67%-16,99% (Tabel 4) bila ditinjau berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) tergolong tinggi. Kadar hara N-totalnya bervariasi dari 1,17%-1,95% tergolong sangat tinggi dan ratio C/N yang berkisar antara 8,11-13,44 (Tabel 4) menunjukkan bahwa gambut sudah terdekomposisi lanjut sehingga tingkat kematangannya tergolong saprik yang menjadikannya sangat sesuai untuk budidaya padi sawah.
Dari Tabel 4 dapat pula diketahui bahwa kadar P tersedia (8,4-12,0 ppm) dan kadar K dapat dipertukarkan (0,11-0,19 me%) di tanah gambut yang diperswahkan di Kabupaten Asahan ini bila ditinjau berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) tergolong rendah, sementara P-totalnya yang berkisar antara 56,78-109,12 ppm atau 0,0057-0,011% dan K-totalnya yang berkisar antara 125,67-187,54 ppm atau 0,013-0,019% tergolong sangat rendah. Hal ini dapat terjadi karena gambut yang sudah matang dan telah sangat lama digunakan untuk pertanaaman padi sawah, yaitu lebih dari 35 tahun (dibuka sejak tahun 1972-1976) memungkinkan kadar hara utama seperti P dan K telah banyak digunakan tanaman atau tercuci ke lapisan bawah dan ke saluran drainase.
Tingkat kemasaman (pH) tanah gambut yang dipersawahkan di Kabupaten Asahan ini berkisar antara 5,3-6,5 (Tabel 4) tergolong masam hingga agak masam berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), namun berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2003), kisaran pH tanah tersebut sudah cukup sesuai (S2) hingga sangat sesuai (S1) untuk budidaya padi sawah.
Kadar basa-basa tukar lainnya, yaitu Ca-dapat dipertukarkan yang berkisar antara 2,52-5,41 me% (Tabel 4) berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), tergolong rendah sampai sedang, sementara Mg-dapat dipertukarkan berkisar antara 1,35-6,92 me% (Tabel 4.4) tergolong sedang hingga tinggi dan Na-dapat dipertukarkan sebesar 0,29-1,76 me% (Tabel 4) tergolong rendah.
Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut yang dipersawahkan di Kabupaten Asahan ini sebesar 154,23-212,12 me% berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), tergolong sangat tinggi. Hal ini sesuai dengan karakteristik gambut secara umum yang memiliki KTK sangat tinggi karena asam organik dan humus yang tinggi pada bahan tanah gambut tersebut merupakan koloid organik yang memiliki kemampuan menjerap kation sangat tinggi.
Keberadaan basa-basa tukar (K, Ca, Mg dan Na) yang umumnya rendah di tanah gambut ini sementara kapasitas tukar kation (KTK) tanahnya yang sangat tinggi menyebabkan kejenuhan basa di tanah gambut yang dipersawahkan ini (3,65-6,51%) (Tabel 4) menjadi tergolong sangat rendah bila ditinjau berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005).
Gambut bercampur tanah mineral ini memiliki sistem koloid yang tidak hanya koloid organik atau humus dari bahan gambut, tetapi juga memiliki koloid liat dari bahan tanah mineral yang melapisinya. Dengan demikian, unsur hara yang disangga (di-buffer) menjadi kompleks, baik hara dalam bentuk kation maupun anion. Selain itu, hara dari bahan organik seperti N, P, S, dan unsur hara mikro lainnya tidak mudah tercuci karena disangga oleh koloid organik, sementara unsur hara berbentuk kation (basa dan logam berat) dapat disangga oleh koloid liat di dalam bahan tanah mineral. Hasil analisis tanah mineral di lapisan atas tanah gambut yang digunakan untuk budidaya padi sawah di Kabupaten Asahan disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Sifat kimia tanah mineral di lapisan atas tanah gambut yang digunakan untuk lahan sawah di Desa Panca Arga Kecamatan Rawang Panca Kabupaten Asahan
No.
Parameter
Titik Sampel Pengamatan
1
2
3
4
5
6
7
1
Koordinat titik pengambilan sampel
LU: 03o05’14,3”
BT: 99o39’43,1”
LU: 03o05’50,6”
BT: 99o39’03,9”
LU: 03o05’52,0”
BT: 99o39’04,3”
LU: 03o05’52,1”
BT: 99o39’06,7”
LU: 03o05’54,8”
BT: 99o39’10,4”
LU: 03o06’01,6”
BT: 99o39’10,8”
LU: 03o06’11,9”
BT: 99o39’29,6”
2
Elevasi (m.dpl)
19
16
9
6
7
11
16
3
C-organik (%)
2,13
2,98
2,94
3,51
3,73
2,74
2,12
4
N-Total (%)
0,17
0,95
1,35
1,89
1,17
0,97
0,19
5
pH.H2O
6,0
5,9
5,8
5,5
5,5
6,5
6,3
6
Ratio C/N
12,52
3,14
2,18
1,86
3,19
2,82
11,16
7
P-tersedia (ppm)
13,0
17,3
21,1
33,5
29,5
14,7
20,0
8
P-ekstrak HCl 25% (%)
0,045
0,037
0,043
0,029
0,057
0,055
0,047
9
K-ekstrak HCl 25% (%)
0,11
0,19
0,13
0,09
0,19
0,20
0,15
10
K-dapat tukar (me%)
0.18
0,17
0,15
0,14
0,18
0,19
0,17
11
Ca-dapat tukar (me%)
9,05
8,71
7,18
6,31
5,17
9,80
8,91
12
Mg-dapat tukar (me%)
5,67
4,34
4,56
7,19
5,18
5,19
6,82
13
Na-dapat tukar (me%)
0,29
0,13
0,17
0,23
0,19
0,22
0,22
14
KTK (me%)
30,98
26,79
45,73
49,24
33,61
36,43
38,23
15
Kejenuhan Basa (%)
49,03
49,83
26,37
28,17
31,89
42,27
42,17

Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa kadar basa-basa tukar di tanah mineral bagian atas dari tanah gambut yang dipersawashkan, terutama Mg-dapat dipertukarkan sebanyak 4,34-7,19 me% dan Ca-dapat dipertukarkan sebanyak 5,17-9,80 me% masing-masing tergolong tinggi dan sedang, meskipun K-dapat dipertukarkan sebanyak 0,14-0,19 me% dan Na-dapat dipertukarkan sebanyak 0,13-0,29 me% tergolong rendah bila ditinjau berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005).
Kadar K-total di tanah mineral yang melapisi bagian atas tanah gambut yang dipersawahkan sebesar 0,09-0,20% (Tabel 5) tergolong sedang sampai tinggi bila ditinjau berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), sementara kadar P-totalnya sebesar 0,029-0,057% tergolong rendah sampai sedang dan kadar N-total sebesar 0,17-1,89% tergolong rendah hingga sangat tinggi. Tanah mineral bagian atas dari tanah gambut ini mengandung bahan organik tergolong sedang sampai tinggi dengan kadar C-organik sebesar 2,12% hingga 3,73% (Tabel 5).
Nisbah C/N tanah mineral lapisan atas tanah gambut yang dipersawahkan di Kabupaten Asahan ini berkisar antara 1,86-12,52 (Tabel 5) dengan kriteria sangat rendah hingga sedang berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005). Hal ini berarti tanah berarti tanah mineral tersebut memiliki bahan organik yang umumnya sudah melapuk sempurna.
Nilai pH tanah mineral paisan atas tanah gambut ini berkisar antara 5,5-6,5 (Tabel 5) yang berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) tergolong masam hingga agak masam, namun menurut evaluasi kesesuaian lahan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2003), nilai kisaran pH tersebut masuk ke dalam kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk padi sawah.
Demikian halnya dengan nilai kejenuhan basa (KB) dan nilai kapasitas tukar kation (KTK) tanah mineral di lapisan atas tanah gambut ini tergolong ke dalam kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) berdasarkan kriteria evaluasi lahan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2003). Nilai KTK dengan kisaran 26,79-49,24 me% (Tabel 5) ini tergolong tinggi hingga sangat tinggi, sedangkan nilai KB yang berkisar antara 26,37-49,83% (Tabel 5) tergolong sedang hingga tinggi berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005).
Dengan adanya lapisan tanah mineral di atas permukaan gambut yang dipersawahkan tersebut sekaligus dapat memelihara keberadaan bahan tanah gambutnya. Dalam kondisi demikian, bahan tanah gambut tidak mudah terdekomposisi karena selalu berada pada kondisi an-aerobik (tergenang dan tertimbun). Dengan demikian, gambut akan terkonservasi dan dapat digunakan secara berkelanjutan. Dari bahan tanah gambut yang terdekomposisi secara an-aerobik yang berlangsung sangat lambat dapat secara terus menerus mensuplai unsur hara yang ditranspotasikan ke lapisan tanah mineral (di bagian atas) sebagai tempat berjangkarnya akar tanaman. Keberadaan gambut di lapisan bawah ini juga berperan dalam penyimpan sekaligus pensuplai air sehingga tanah sawah di lahan gambut ini tidak akan kelangkaan air.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1.        Lahan gambut yang digunakan untuk lahan sawah di Pantai Timur Sumatera Utara hingga saat ini (2009-2011) tinggal berjumlah 72,114 hektar dari sekitar 178,736 hektar pada tahun 2003 hingga 2006.
2.        Lahan gambut seluas 72,114 hektar yang digunakan untuk sawah berada di Kabupaten Asahan, Kecamatan Rawang Panca Arga, sedangkan lahan sawah pada gambut di Kabupaten Labuhan Batu telah seluruhnya dialihfungsi menjadi perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2006.
3.        Lahan gambut yang digunakan untuk sawah di Kabupaten Asahan memiliki karakkteristik dan tingkat kesuburan yang baik dengan produktivitas yang tinggi melebihi standar rata-rata produksi nasional (> 6 ton/hektar) dikarenakan terdapatnya lapisan bahan tanah mineral setebal 17-25 cm di atas bahan tanah gambutnya.
4.        Lapisan tanah mineral di atas lapisan tanah gambut yang dipersawahkan di Kabupaten Asahan diperkirakan akibat sedimentasi dari air irigasi dan air limpasan permukaan yang telah berlangsung sejak lahan gambut tersebut dibuka untuk pertanian pada periode tahun 1972-1976.
5.        Keberadaan lapisan tanah mineral di atas lapisan bahan tanah gambut yang dipersawahkan sekaligus sebagai pengaman (konservasi) keberadaan lahan gambut di Pantai Timur Sumatera Utara, khsusnya di Kabupaten Asahan.
Saran dan Rekomendasi
1.        Lahan gambut tersisa yang digunakan untuk lahan sawah di Pantai Timur Sumatera Utara seluas 72,114 hektar di Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan ini perlu dipertahankan keberadaannya karena disamping produktivitasnya yang tinggi, juga sebagai upaya konservasi sumberdaya alam yang sangat berharga bagi keberlanjutan budidaya padi sawah di lahan gambut dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang.
2.        Untuk meningkatkan dan mengembangkan lahan gambut sebagai lahan sawah yang memiliki produktivitas tinggi, maka pelapisan bahan tanah mineral di atas bahan tanah gambutnya merupakan tindakan yang sangat diperlukan agar pengkayaan tanah gambut tersebut dapat mengeliminir pengaruh negatif dari karakteristik buruk gambutnya, selain dapat menjamin keberlangsungan keberadaan (konservasi) lahan gambut tersebut.
3.        Perlu segera dikeluarkan regulasi untuk mencegah alihfungsi lahan gambut tersisa yang masih digunaakan untuk lahan sawah untuk penggnaan lain dan memberikan reward (penghargaan) bagi petani yang masih mempertahankan lahan gambut sebagai lahan sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian Dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisa Kimia Tanah, Tanaman, Air Dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Barchia, M.F. 2012. Gambut; Agroekosistem dan Tranformasi Karbon. Gadjah Mada University Press.
Widyati, E. 2012. Kajian Optimasi Pengelolaan Lahan Gambut dan Isu Perubahan Iklim. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Lahan, Bogor.