POTENSI
DAN KEBERLANJUTAN BUDIDAYA PADI SAWAH DI LAHAN GAMBUT PANTAI TIMUR SUMATERA
UTARA
Abdul Rauf1) dan Rahmawaty2)
Staf
Pengajar Ilmu Tanah1) dan Managemen Hutan2) Fakultas
Pertanian USU
ABSTRAK
Kajian
potensi dan keberlanjutan budidaya padi sawah di lahan gambut Pantai Timur
Sumatera Utara telah dilakukan pada Oktober hingga Desember 2103. Ruang lingkup
kajian meliputi analisis distribusi lahan gambut yang masih digunakan untuk
budidaya padi sawah yang dilanjutkan dengan karakterisasi lahan gambut tersebut
di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Pelaksanaan kajian diawali dengan
pengumpulan dan analisis peta penggunaan lahan, terutama peta lahan sawah
berdasarkan peta landsat terbaru kawasan lahan gambut Pantai Timur Sumatera
Utara dan dilanjutkan dengan survei lapangan dan wawancara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa lahan gambut yang digunakan untuk lahan sawah di Pantai Timur
Sumatera Utara hingga saat ini (2009-2011) tersisa 72,114 hektar (di
Kabupaten Asahan) dari sekitar 178,736 hektar pada tahun 2003 hingga 2006. Lahan
gambut yang digunakan untuk sawah ini memiliki karakkteristik dan tingkat
kesuburan yang baik dengan produktivitas yang tinggi melebihi standar rata-rata
produksi nasional (> 6 ton/hektar) dikarenakan terdapatnya lapisan bahan tanah
mineral setebal 17-25 cm di atas bahan tanah gambutnya.
Kata
kunci:
keberlanjutan, padi sawah, lahan gambut,
Pantai Timur Sumatera Utara.
PENDAHULUAN
Luas
lahan gambut (termasuk gambut sangat dangkal atau tanah mineral bergambut) di
Sumatera Utara menempati urutan ke empat di pulau Sumatera dengan luas 0,325
juta hektar (4,5% dari luas total di Pulau Sumatera). Penyebaran lahan gambut
di Propinsi Sumatera Utara dengan luas persisnya sekitar 325.296 hektar tersebut
terdapat di pantai timur, yakni di wilayah kabupaten Labuhan Batu, Labuhan Batu
Utara, Labuhan Batu Selatan, Asahan dan Batubara. Di pantai barat terdapat
cukup luas di wilayah kabupaten Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal, serta sedikit
di kabupaten Tapanuli Tengah. Disamping itu, masih terdapat lahan gambut pedalaman
di bagian tengah propinsi, yakni di wilayah kabupaten Tapanuli Utara, Humbang
Hasundutan, Samosir dan Toba Samosir.
Lahan
gambut di Sumatera Utara, sebagian besar (sekitar 70%) merupakan gambut sedang
(kedalaman 1-2 metar) seluas 228.384 hektar, terutama terdapat di kabupaten
Labuhan Batu, Labuhan Batu Utara, Labuhan Batu Selatan, Batubara, Tapanuli
Selatan, Mandailing Natal dan Asahan, serta umumnya didominasi oleh gambut
dengan tingkat kematangan saprists yang bercampur dengan tanah mineral, dan sebagian hemists bercampur tanah mineral dan campuran
antara saprists dan hemists.
Sedangkan sisanya merupakan gambut-dalam (> 3 meter) dan
gambut-dangkal (< 1 meter) yang prosentase luasnya hampir sama, yaitu
masing-masing seluas 49.699 hektar (15,3%) dan 47.212 hektar (14,5%). Gambut-dalam
umumnya didominasi oleh gambut saprists, sedangkan gambut-dangkal
seluruhnya berupa gambut hemists
bercampur tanah mineral.
Berbagai
penelitian mendapatkan bahwa rendahnya produktivitas komoditas tanaman pangan
(khususnya padi sawah) dalam skala usahatani di lahan gambut disebabkan antara
lain, petani belum menerapkan teknik budidaya yang spesifik. Kendala utama yang
ditemui pada lahan gambut adalah keadaan biofisik yang sukar diatasi seperti pH
rendah, tingginya konsentrasi asam-asam organik, aluminiun (Al) dan besi (Fe)
sehingga pertumbuhan tanaman terhambat akibat keracunan. Oleh karenanya
usahatani padi di lahan gambut memerlukan teknik budidaya tersendiri, karena
keadaan tanah dan lingkungannya tidak serupa dengan lahan sawah irigasi.
Kesalahan budidaya dapat menyebabkan gagalnya panen dan dapat pula merusak
tanah dan lingkungan. Teknologi budidaya tanaman pangan (khususnya padi) di
lahan gambut yang diperoleh dari hasil penelitian oleh Balai-Balai Penelitian
telah mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani sebesar 75-100%.
Selain itu, dalam pemanfaatan lahan gambut untuk padi sawah, perlu diperhatikan faktor
ketebalan gambut. Lahan gambut dangkal (< 1 m) dan gambut sedang (1-2 m)
masih sesuai untuk pengembangan padi sawah.
Terkait
dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan ketahanan pangan di Sumatera Utara
maka pemanfaatan lahan gambut untuk budidaya padi sawah sangat potensial dan
memungkinkan untuk dilakukan dan atau ditingkatkan. Untuk itu, harus diawali
dengan penelitian/kajian distribusi dan tingkat
produktivitas padi sawah pada lahan gambut, khususnya di wilayah Pantai Timur Sumatera
Utara.
BAHAN DAN METODA
Penelitian/kajian
tentang potensi dan keberlanjutan yang dilihat berdasarkan tingkat
produktivitas padi sawah pada lahan gambut di Pantai Timur Sumatera Utara telah
dilakukan pada Oktober hingga Desember 2103. Ruang lingkup kajian ini meliputi analisis
distribusi lahan gambut yang masih digunakan untuk budidaya padi sawah yang dilanjutkan
dengan karakterisasi lahan gambut tersebut di kawasan Pantai Timur Sumatera
Utara.
Pelaksanaan kajian diawali dengan pengumpulan dan analisis peta
penggunaan lahan, terutama peta lahan sawah berdasarkan peta landsat terbaru
kawasan lahan gambut Pantai Timur Sumatera Utara dan dilanjutkan dengan survei lapangan
dan wawancara. Survei lapangan dilakukan pada daerah-daerah lahan gambut yang
digunakan untuk budidaya padi sawah di Pantai Timur Sumatera Utara. Titik-titik
pengamatan, pembuatan profil tanah, pengeboran dan pengambilan sampel tanah ditandai
posisi geografisnya menggunakan GPS.
Contoh tanah dianalisis di Laboratorium
BPTP Provinsi Sumatera Utara guna mendapatkan data tentang kadar bahan organik
(C-organik dan N-total serta nisbah C/N), pH, KTK, Kejenuhan Basa dan basa-basa
tukar, serta P-tersedia dan P-total tanah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Luas Sawah di Lahan Gambut Pantai Timur Sumatera Utara
Hasil
analisis peta citra landsat dapat diketahui bahwa hingga tahun 2006 sawah di
lahan gambut pantai timur Sumatera Utara terdapat di dua Kabupaten yaitu
Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan Batu dengan luas mencapai 178,736
hektar, dengan masing-masing 86,246 hektar di Kabupaten Asahan dan 92,49 hektar
di Kabupaten Labuhan Batu (Tabel 1).
Tabel
1. Perkembangan luas sawah di lahan gambut pantai timur Sumatera Utara tahun
2003, 2006, 2009 dan 2011.
Kabupaten
|
Tahun
|
|||
2003
|
2006
|
2009
|
2011
|
|
Asahan
|
86,246
|
86,246
|
72,114
|
72,114
|
Labuhan Batu
|
92,490
|
92,490
|
0,000
|
0,000
|
Jumlah
|
178,736
|
178,736
|
72,114
|
72,114
|
Sumber:
Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Dari
Tabel 1 dapat pula diketahui bahwa antara tahun 2006 ke tahun 2009 sawah lahan
gambut di Kabupaten Asahan berkurang seluas 14,132 hektar atau sekitar 16,39% (dari 86,246 hektar menjadi 72,114 hektar), sementara di Kabupaten Labuhan Batu, sawah di lahan gambut tidak
ada lagi atau mengalami penurunan luas sebesar 100% setelah tahun 2006 hingga
ke tahun 2009 dan tahun 2011, bahkan hingga sekarang. Berkurangnya luas lahan
gambut yang digunakan untuk sawah di Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhan
Batu tersebut karena dialihfungsi menjadi lahan budidaya perkebunan, terutama
kebun kelapa sawit, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel
2. Matriks perubahan luas sawah di lahan gambut di Kabupaten Asahan dari tahun
2006 ke tahun 2009
Tutupan Lahan 2006
|
Tutupan Lahan 2009
|
Luas Sawah 2006 (Ha)
|
|
Perkebunan (Ha)
|
Sawah (Ha)
|
||
Sawah
|
14,132
|
72,114
|
86,25
|
Total Sawah
|
72,114
|
86,25
|
Sumber:
Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Tabel
3. Matriks perubahan luas sawah di lahan gambut di Kabupaten Labuhan Batu dari
tahun 2006 ke tahun 2009
Tutupan Lahan 2006
|
Tutupan Lahan 2009
|
Luas Sawah 2006 (Ha)
|
|
Perkebunan (Ha)
|
Sawah (Ha)
|
||
Sawah
|
92,49
|
0
|
92,49
|
Total Sawah
|
0
|
92,49
|
Sumber:
Hasil analisis berdasarkan peta citra landsat
Alihfungsi seluruh (100%) lahan sawah di lahan gambut menjadi lahan
perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu terjadi antara tahun 2006 ke tahun 2009
(Tabel 3) yang hingga kini tidak ada lagi lahan gambut yang digunakan untuk
budidaya padi sawah di sana. Lahan sawah di lahan gambut tersebut umumnya
dialihfungsi menjadi lahan untuk budidaya (perkebunan) kelapa sawit yang
dikombinasi dengan tanaman nenas di lahan selanya (pada kebun kelapa sawit yang
belum menghasilkan).
B.
Karakteristik
Lahan Sawah di Lahan Gambut Pantai Timur Sumatera Utara
Kajian
karakteristik lahan gambut yang masih digunakan untuk persawahan dilakukan
dengan pengumpulan dan analisis data lapangan dan data analisis laboratorium
yang diambil dari 7 titik sampel sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Pengamatan
lapangan terhadap karakteristik lahan gambut yang dipersawahkan ini dilihat
dari penampang vertikal (profil tanah) gambut dengan ketebalan lapisan
masing-masing, yang terdiri dari lapisan tanah mineral di bagian atas berkisar
antara 17-25 cm dan ketebalan bahan tanah gambutnya di bagian bawah lapisan
bahan tanah mineral tersebut yang berkisar antara 90-125 cm (Tabel 4).
Struktur
lapisan (morpologi) lahan gambut di lokasi kajian dengan lapisan tanah mineral
di bagian atas dan diikuti dengan lapisan bahan tanah gambut di bagian bawahnya
dapat terjadi karena proses pengendapan (sedimentasi) bahan tanah mineral yang
berasal dari air irigasi yang digunakan. Air irigasi yang keruh mengindikasikan
mengandung sedimen yang tinggi sehingga begitu tergenang di petakan sawah akan
mengendap ke atas permukaan gambut. Proses sedimentasi yang berlangsung lama,
berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan PPL di lokasi kajian, lahan
gambut di sana sudah dibuka untuk budidaya padi sawah sejak tahun 1972-1976
atau lebih dari 35 tahun, menyebabkan terbentuknya lapisan tanah mineral di
atas lapisan tanah gambut yang dipersawahkan di lokasi kajian ini.
Keberadaan
lapisan tanah mineral di atas lapisan tanah gambut di lokasi kajian ini
memiliki banyak keuntungan bagi produktivitas dan konservasi tanah gambutnya.
Lapisan tanah mineral tersebut merupakan salah satu faktor lahan gambut yang
dipersawahkan di lokasi kajian ini memiliki potensi produksi yang tergolong
tinggi (berkisar antara 6,25-6,75 ton per hektar, berdasarkan hasil wawancara)
melebihi rata-rata produktivitas nasional.
Tabel
4. Karakteristik lahan gambut yang digunakan untuk lahan sawah di Desa Panca
Arga Kecamatan Rawang Panca Kabupaten Asahan
No.
|
Parameter
|
Titik
Sampel Pengamatan
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
1
|
Koordinat titik
pengambilan sampel
|
LU: 03o05’14,3”
BT: 99o39’43,1”
|
LU: 03o05’50,6”
BT: 99o39’03,9”
|
LU: 03o05’52,0”
BT: 99o39’04,3”
|
LU: 03o05’52,1”
BT: 99o39’06,7”
|
LU: 03o05’54,8”
BT: 99o39’10,4”
|
LU: 03o06’01,6”
BT: 99o39’10,8”
|
LU: 03o06’11,9”
BT: 99o39’29,6”
|
2
|
Elevasi (m.dpl)
|
19
|
16
|
9
|
6
|
7
|
11
|
16
|
3
|
Ketebalan tanah
mineral lap.atas (cm)
|
17
|
23
|
25
|
20
|
21
|
19
|
21
|
4
|
Ketebalan bahan tanah
gambut (cm)
|
90
|
100
|
125
|
113
|
115
|
98
|
100
|
5
|
Tingkat
kematangan gambut
|
Saprik
|
Saprik-Hemik
|
Saprik-Hemik
|
Saprik-Hemik
|
Saprik-Hemik
|
Saprik
|
Saprik-Hemik
|
6
|
C-organik (%)
|
15,98
|
15,72
|
16,58
|
16,99
|
15,67
|
15,85
|
15,97
|
7
|
N-Total (%)
|
1,95
|
1,17
|
1,35
|
1,89
|
1,17
|
1,19
|
1,97
|
8
|
pH.H2O
|
6,5
|
6,3
|
5,5
|
6,0
|
5,5
|
5,5
|
5,3
|
9
|
Ratio C/N
|
8,19
|
13,44
|
12,28
|
8,99
|
13,39
|
13,32
|
8,11
|
10
|
P-tersedia (ppm)
|
8,4
|
11,3
|
12,1
|
13,0
|
9,5
|
9,7
|
10,0
|
11
|
P-ekstrak HCl 25% (ppm)
|
87,34
|
109,12
|
56,78
|
97,05
|
100,16
|
76,56
|
83,11
|
12
|
K-dapat tukar
(me%)
|
0.15
|
0,17
|
0,13
|
0,11
|
0,18
|
0,19
|
0,17
|
13
|
K-ekstrak HCl 25% (ppm)
|
178,98
|
132,66
|
147,89
|
173,53
|
125,67
|
187,54
|
157,73
|
14
|
Ca-dapat tukar
(me%)
|
3,45
|
4,34
|
2,52
|
5,41
|
5,32
|
3,67
|
4,46
|
15
|
Mg-dapat tukar
(me%)
|
5,59
|
5,24
|
6,92
|
4,23
|
1,35
|
2,34
|
5,67
|
16
|
Na-dapat tukar
(me%)
|
1,76
|
0,43
|
0,37
|
0,29
|
1,56
|
1,22
|
1,43
|
17
|
KTK (me%)
|
187,15
|
183,65
|
174,33
|
154,23
|
212,12
|
203,45
|
197,56
|
18
|
Kejenuhan Basa
(%)
|
5,85
|
5,54
|
5,70
|
6,51
|
3,97
|
3,65
|
5,94
|
Pada
lahan gambut yang memiliki/berlapis dengan bahan tanah
mineral atau terjadi pengkayaan tanah mineral dengan ketebalan total (dengan
lapisan gambutnya) kurang dari 140 cm dengan tingkat kematangan saprik
merupakan lahan kelas kesesuain S1 (sangat sesuai) untuk semua komoditas
tanaman pertanian/kehutanan, termasuk tanaman padi sawah (BPT Bogor, 2003). Hal
ini sesuai dengan hasil kajian sebagaimana tertera pada Tabel 4 yang
mendapatkan bahwa lahan gambut yang digunakan untuk sawah di lokasi kajian
memliki ketebalan total kurang dari 140 cm dengan tingkat kematangan saprik (di
bagian atas) hingga hemik (di bagian dasar gambut).
Selain itu, kandungan bahan organik (kadar C-organik) tanah
gambut yang dipersawahkan ini yang berkisar antara 15,67%-16,99% (Tabel 4) bila
ditinjau berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang
dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) tergolong tinggi. Kadar
hara N-totalnya bervariasi dari 1,17%-1,95% tergolong sangat tinggi dan ratio
C/N yang berkisar antara 8,11-13,44 (Tabel 4) menunjukkan bahwa gambut sudah
terdekomposisi lanjut sehingga tingkat kematangannya tergolong saprik yang
menjadikannya sangat sesuai untuk budidaya padi sawah.
Dari Tabel 4 dapat pula diketahui bahwa kadar P tersedia
(8,4-12,0 ppm) dan kadar K dapat dipertukarkan (0,11-0,19 me%) di tanah gambut
yang diperswahkan di Kabupaten Asahan ini bila ditinjau berdasarkan Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005) tergolong rendah, sementara P-totalnya yang berkisar
antara 56,78-109,12 ppm atau 0,0057-0,011% dan K-totalnya yang berkisar antara
125,67-187,54 ppm atau 0,013-0,019% tergolong sangat rendah. Hal ini dapat
terjadi karena gambut yang sudah matang dan telah sangat lama digunakan untuk
pertanaaman padi sawah, yaitu lebih dari 35 tahun (dibuka sejak tahun
1972-1976) memungkinkan kadar hara utama seperti P dan K telah banyak digunakan
tanaman atau tercuci ke lapisan bawah dan ke saluran drainase.
Tingkat kemasaman (pH) tanah gambut yang dipersawahkan di
Kabupaten Asahan ini berkisar antara 5,3-6,5 (Tabel 4) tergolong masam hingga
agak masam berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang
dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), namun berdasarkan
evaluasi kesesuaian lahan yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor
(2003), kisaran pH tanah tersebut sudah cukup sesuai (S2) hingga sangat sesuai
(S1) untuk budidaya padi sawah.
Kadar basa-basa tukar lainnya, yaitu Ca-dapat dipertukarkan yang
berkisar antara 2,52-5,41
me% (Tabel 4) berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang
dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), tergolong rendah sampai sedang,
sementara Mg-dapat dipertukarkan berkisar antara 1,35-6,92 me% (Tabel 4.4)
tergolong sedang hingga tinggi dan Na-dapat dipertukarkan sebesar 0,29-1,76 me%
(Tabel 4) tergolong rendah.
Kapasitas tukar kation (KTK) tanah gambut yang dipersawahkan di
Kabupaten Asahan ini sebesar 154,23-212,12 me% berdasarkan Kriteria Sifat Kimia
Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), tergolong sangat tinggi. Hal ini
sesuai dengan karakteristik gambut secara umum yang memiliki KTK sangat tinggi
karena asam organik dan humus yang tinggi pada bahan tanah gambut tersebut
merupakan koloid organik yang memiliki kemampuan menjerap kation sangat tinggi.
Keberadaan basa-basa
tukar (K, Ca, Mg dan Na) yang umumnya rendah di tanah gambut ini sementara
kapasitas tukar kation (KTK) tanahnya yang sangat tinggi menyebabkan kejenuhan
basa di tanah gambut yang dipersawahkan ini (3,65-6,51%) (Tabel 4) menjadi
tergolong sangat rendah bila ditinjau berdasarkan Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005).
Gambut bercampur tanah mineral ini memiliki sistem koloid yang
tidak hanya koloid organik atau humus dari bahan gambut, tetapi juga memiliki
koloid liat dari bahan tanah mineral yang melapisinya. Dengan demikian, unsur
hara yang disangga (di-buffer) menjadi kompleks, baik hara dalam bentuk kation
maupun anion. Selain itu, hara dari bahan organik seperti N, P, S, dan unsur
hara mikro lainnya tidak mudah tercuci karena disangga oleh koloid organik,
sementara unsur hara berbentuk kation (basa dan logam berat) dapat disangga
oleh koloid liat di dalam bahan tanah mineral. Hasil analisis tanah mineral di
lapisan atas tanah gambut yang digunakan untuk budidaya padi sawah di Kabupaten
Asahan disajikan pada Tabel 5.
Tabel
5. Sifat kimia tanah mineral di lapisan atas tanah gambut yang digunakan untuk
lahan sawah di Desa Panca Arga Kecamatan Rawang Panca Kabupaten Asahan
No.
|
Parameter
|
Titik
Sampel Pengamatan
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
||
1
|
Koordinat titik
pengambilan sampel
|
LU: 03o05’14,3”
BT: 99o39’43,1”
|
LU: 03o05’50,6”
BT: 99o39’03,9”
|
LU: 03o05’52,0”
BT: 99o39’04,3”
|
LU: 03o05’52,1”
BT: 99o39’06,7”
|
LU: 03o05’54,8”
BT: 99o39’10,4”
|
LU: 03o06’01,6”
BT: 99o39’10,8”
|
LU: 03o06’11,9”
BT: 99o39’29,6”
|
2
|
Elevasi (m.dpl)
|
19
|
16
|
9
|
6
|
7
|
11
|
16
|
3
|
C-organik (%)
|
2,13
|
2,98
|
2,94
|
3,51
|
3,73
|
2,74
|
2,12
|
4
|
N-Total (%)
|
0,17
|
0,95
|
1,35
|
1,89
|
1,17
|
0,97
|
0,19
|
5
|
pH.H2O
|
6,0
|
5,9
|
5,8
|
5,5
|
5,5
|
6,5
|
6,3
|
6
|
Ratio C/N
|
12,52
|
3,14
|
2,18
|
1,86
|
3,19
|
2,82
|
11,16
|
7
|
P-tersedia (ppm)
|
13,0
|
17,3
|
21,1
|
33,5
|
29,5
|
14,7
|
20,0
|
8
|
P-ekstrak HCl 25% (%)
|
0,045
|
0,037
|
0,043
|
0,029
|
0,057
|
0,055
|
0,047
|
9
|
K-ekstrak HCl 25% (%)
|
0,11
|
0,19
|
0,13
|
0,09
|
0,19
|
0,20
|
0,15
|
10
|
K-dapat tukar
(me%)
|
0.18
|
0,17
|
0,15
|
0,14
|
0,18
|
0,19
|
0,17
|
11
|
Ca-dapat tukar
(me%)
|
9,05
|
8,71
|
7,18
|
6,31
|
5,17
|
9,80
|
8,91
|
12
|
Mg-dapat tukar
(me%)
|
5,67
|
4,34
|
4,56
|
7,19
|
5,18
|
5,19
|
6,82
|
13
|
Na-dapat tukar
(me%)
|
0,29
|
0,13
|
0,17
|
0,23
|
0,19
|
0,22
|
0,22
|
14
|
KTK (me%)
|
30,98
|
26,79
|
45,73
|
49,24
|
33,61
|
36,43
|
38,23
|
15
|
Kejenuhan Basa
(%)
|
49,03
|
49,83
|
26,37
|
28,17
|
31,89
|
42,27
|
42,17
|
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa kadar basa-basa tukar di
tanah mineral bagian atas dari tanah gambut yang dipersawashkan, terutama
Mg-dapat dipertukarkan sebanyak 4,34-7,19 me% dan Ca-dapat dipertukarkan
sebanyak 5,17-9,80 me% masing-masing tergolong tinggi dan sedang, meskipun
K-dapat dipertukarkan sebanyak 0,14-0,19 me% dan Na-dapat dipertukarkan
sebanyak 0,13-0,29 me% tergolong rendah bila ditinjau berdasarkan Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005).
Kadar K-total di tanah mineral yang melapisi bagian atas tanah
gambut yang dipersawahkan sebesar 0,09-0,20% (Tabel 5) tergolong sedang sampai
tinggi bila ditinjau berdasarkan
Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005), sementara
kadar P-totalnya sebesar 0,029-0,057% tergolong
rendah sampai sedang dan kadar N-total sebesar 0,17-1,89% tergolong rendah
hingga sangat tinggi. Tanah mineral bagian atas dari tanah gambut ini
mengandung bahan organik tergolong sedang sampai tinggi dengan kadar C-organik
sebesar 2,12% hingga 3,73% (Tabel 5).
Nisbah C/N tanah mineral lapisan atas tanah gambut yang
dipersawahkan di Kabupaten Asahan ini berkisar antara 1,86-12,52 (Tabel 5)
dengan kriteria sangat rendah hingga sedang berdasarkan Kriteria Sifat Kimia
Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005). Hal ini
berarti tanah berarti tanah mineral tersebut memiliki bahan organik yang
umumnya sudah melapuk sempurna.
Nilai
pH tanah mineral paisan atas tanah gambut ini berkisar antara 5,5-6,5 (Tabel 5)
yang berdasarkan Kriteria
Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian Tanah Bogor (2005)
tergolong masam hingga agak masam, namun menurut evaluasi kesesuaian lahan oleh
Balai Penelitian Tanah Bogor (2003), nilai kisaran pH tersebut masuk ke dalam
kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) untuk padi sawah.
Demikian
halnya dengan nilai kejenuhan basa (KB) dan nilai kapasitas tukar kation (KTK)
tanah mineral di lapisan atas tanah gambut ini tergolong ke dalam kelas
kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai) berdasarkan kriteria evaluasi lahan oleh
Balai Penelitian Tanah Bogor (2003). Nilai KTK dengan kisaran 26,79-49,24 me%
(Tabel 5) ini tergolong tinggi hingga sangat tinggi, sedangkan nilai KB yang
berkisar antara 26,37-49,83% (Tabel 5) tergolong sedang hingga tinggi
berdasarkan Kriteria Sifat Kimia Tanah yang dikeluarkan oleh Balai Penelitian
Tanah Bogor (2005).
Dengan
adanya lapisan tanah mineral di atas permukaan gambut yang dipersawahkan
tersebut sekaligus dapat memelihara keberadaan bahan tanah gambutnya. Dalam
kondisi demikian, bahan tanah gambut tidak mudah terdekomposisi karena selalu
berada pada kondisi an-aerobik (tergenang dan tertimbun). Dengan demikian,
gambut akan terkonservasi dan dapat digunakan secara berkelanjutan. Dari bahan
tanah gambut yang terdekomposisi secara an-aerobik yang berlangsung sangat
lambat dapat secara terus menerus mensuplai unsur hara yang ditranspotasikan ke
lapisan tanah mineral (di bagian atas) sebagai tempat berjangkarnya akar
tanaman. Keberadaan gambut di lapisan bawah ini juga berperan dalam penyimpan
sekaligus pensuplai air sehingga tanah sawah di lahan gambut ini tidak akan
kelangkaan air.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
1.
Lahan gambut yang digunakan untuk lahan
sawah di Pantai Timur Sumatera Utara hingga saat ini (2009-2011) tinggal
berjumlah 72,114 hektar dari sekitar 178,736
hektar pada tahun 2003 hingga 2006.
2.
Lahan gambut seluas 72,114 hektar yang digunakan untuk sawah berada di
Kabupaten Asahan, Kecamatan Rawang Panca Arga, sedangkan lahan sawah pada
gambut di Kabupaten Labuhan Batu telah seluruhnya dialihfungsi menjadi
perkebunan kelapa sawit sejak tahun 2006.
3.
Lahan gambut yang digunakan untuk sawah
di Kabupaten Asahan memiliki karakkteristik dan tingkat kesuburan yang baik
dengan produktivitas yang tinggi melebihi standar rata-rata produksi nasional
(> 6 ton/hektar) dikarenakan terdapatnya lapisan bahan tanah mineral setebal
17-25 cm di atas bahan tanah gambutnya.
4.
Lapisan tanah mineral di atas lapisan
tanah gambut yang dipersawahkan di Kabupaten Asahan diperkirakan akibat
sedimentasi dari air irigasi dan air limpasan permukaan yang telah berlangsung
sejak lahan gambut tersebut dibuka untuk pertanian pada periode tahun 1972-1976.
5.
Keberadaan lapisan tanah mineral di atas
lapisan bahan tanah gambut yang dipersawahkan sekaligus sebagai pengaman
(konservasi) keberadaan lahan gambut di Pantai Timur Sumatera Utara, khsusnya
di Kabupaten Asahan.
Saran dan Rekomendasi
1.
Lahan gambut tersisa yang digunakan
untuk lahan sawah di Pantai Timur Sumatera Utara seluas 72,114 hektar di Kecamatan Rawang Panca Arga Kabupaten Asahan ini perlu
dipertahankan keberadaannya karena disamping produktivitasnya yang tinggi, juga
sebagai upaya konservasi sumberdaya alam yang sangat berharga bagi keberlanjutan
budidaya padi sawah di lahan gambut dan perkembangan ilmu pengetahuan di masa
mendatang.
2.
Untuk meningkatkan dan mengembangkan
lahan gambut sebagai lahan sawah yang memiliki produktivitas tinggi, maka
pelapisan bahan tanah mineral di atas bahan tanah gambutnya merupakan tindakan
yang sangat diperlukan agar pengkayaan tanah gambut tersebut dapat mengeliminir
pengaruh negatif dari karakteristik buruk gambutnya, selain dapat menjamin
keberlangsungan keberadaan (konservasi) lahan gambut tersebut.
3.
Perlu segera dikeluarkan regulasi untuk
mencegah alihfungsi lahan gambut tersisa yang masih digunaakan untuk lahan
sawah untuk penggnaan lain dan memberikan reward (penghargaan) bagi petani yang
masih mempertahankan lahan gambut sebagai lahan sawah.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F. dan I G.M. Subiksa. 2008. Lahan Gambut: Potensi Untuk Pertanian Dan
Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Balai
Penelitian Tanah. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas
Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan
Litbang Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisa Kimia Tanah,
Tanaman, Air Dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, Bogor.
Barchia, M.F. 2012. Gambut; Agroekosistem dan Tranformasi Karbon. Gadjah Mada
University Press.
Widyati, E. 2012. Kajian Optimasi Pengelolaan
Lahan Gambut dan Isu Perubahan Iklim. Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Lahan, Bogor.