MULTIFUNGSI POHON
PAKAM (Pometia spp.)
(Fungsi Konservesi
Sumberdaya Alam, Ekonomi, dan Obat)
Oleh: Prof. Dr. Ir.
Abdul Rauf, MP
(Staf Pengajar Konservasi Tanah dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Fakultas Pertanian USU; Ketua Forum DAS
Wampu)
Klassifikasi
|
Pohon pakam (Pometia
spp.) termasuk ke dalam famili Sapindaceae, satu famili dengan pohon yang di Irian Jaya disebut
dengan nama pohon matoa (Pometia pinnata J.R.& G.Forst).
Pohon matoa dan pohon pakam itu sendiri diduga berasal dari Kepulauan
Pasifik yang tumbuh di dataran rendah hingga di ketinggian ± 1700 m di atas permukaan
laut, banyak tumbuh liar di hutan Irian Jaya (Papua), dan khusus untuk pohon
matoa telah banyak ditanam di ladang sebagai tanaman buah.
Nama pohon “Pakam” disinyalir merupakan nama pohon matoa
di daerah Batak. Di daerah lain pohon ini bernama Ganggo, Jagir, Jampania,
Kasai, Kase, Kungkil (Melayu), Lamusi, Lengsar, Leungsar (Sunda), Langsek
anggang (Minangkabau), Mutoa, Sapen, Tawan, Lanteneng, Wusel,
Tawang, Kayu Sapi (Jawa). Sedangkan Taun adalah nama pohon matoa di Papua New
Guinea.
|
Dari beragam nama daerah dari pohon pakam atau matoa
tersebut mengindikasikan bahwa pohon buah ini sebenarnya juga dijumpai di
daerah-daerah lain di Indonesia. Nama latin dari pohon pakam ini adalah Pometia spp (Pometia pinnata, Pometia coreaceae, Pometia acuminata) dengan
klassifikasi sebagai berikuit:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Devisio :
Magnoliophyta (berbunga)
Kelas :
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Sapindaceae
Genus : Pometia
Spesies : Pometia spp (Pometia pinnata, Pometia coreaceae, Pometia acuminata)
|
Morfologi
|
Pohon Pakam, seperti halnya Matoa dapat mencapai tinggi
47 m, dengan garis tengah batang 140 cm, berbanir besar mencapai tinggi 5,50
meter. Daunnya bersirip dengan 3-13 pasang anak daun. Daun terbawah
seringkali menyerupai stipula (daun penumpu). Bagian daun yang muda berwarna
merah dan berbulu halus. Memiliki bunga jantan dan betina, sedangkan buahnya
berbentuk elips, ukurannya mencapai 2,5 x 2 cm (lebih kecil dari buah matoa
Irian), dengan warna kulit buah hijau saat masih mentah dan coklat setelah
buah matang. Daging buahnya tipis dan manis.
|
Akar pohon Pakam merupakan akar tunggang dengan sistem
perakaran yang membentuk percabangan sangat banyak sehingga menyerupai akar
serabut. Percabangan akar yang banyak ini terjadi karena intensitas
intersepsi akar yang rapat
menuju/memasuki celah batuan di sekitar tempat berjangkarnya akar pohon
tersebut. Rekahan/retakan atau celah-celah batuan yang sedikit melapuk akan
dimasuki oleh cabang/ranting akar yang tumbuh dari cabang/ranting akar utama.
|
|
Tempat Tumbuh
Berbeda dengan pohon matoa yang banyak tumbuh di hutan
pedalaman atau dibudidayakan sebagai tanaman buah, pohon Pakam (nama yang
umum berlaku di lokasi kajian yang dilakukan oleh penulis di Kawasan
Ekosistem Leuser, Taman Wisata Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten
Langkat, Sumatera Uatara) merupakan tumbuhan liar yang banyak dijumpai di
bantaran hingga ke bibir sungai dengan akar menghunjam di sela-sela bebatuan
di tebing-tebing sungai.
Pohon pakam ini tidak hanya dijumpai di sepanjang sungai
utama (sungai Bahorok yang merupakan Sub-DAS Wampu) tetapi dijumpai juga di
sepanjang anak-anak sungai Bahorok tersebut yang mencapai 156 buah, termasuk sungai Landak (anak sungai
Bahorok yang relatif lebih lebar dari anak-anak sungai lainnya)
|
|
|
Fungsi Konservasi
A. Penguatan Bantaran Sungai
|
Karena tempat tumbuh pohon Pakam yang umumnya berada di
bantaran hingga ke bibir sungai, maka peran konservasi yang menonjol adalah
penguatan terhadap bibir, tebing, dan bantaran sungai tersebut. Kekuatan
berjangkarnya akar di sela-selah celah hamparan bebatuan tebing sungai
tersebut menyebabkan pohon pakam tumbuh kokoh mempertahankan bantaran sungai
sehingga terhindar dari gerusan aliran air sungai bahkan banjir sekalipun.
Hal ini terbukti pada saat terjadi banjir bandang pada
tanggal 2 November 2003 yang melanda kawasan wisata alam Bukit Lawang dengan
membawa ribuan ton material berupa kayu gelondongan dan batuan serta
menumbangkan pepohonan besar lainnya yang tumbuh di bantaran sungai, serta
memporak-porandakan dan menghanyutkan bangunan/pemondokan serta bendungan dan
jaringan irigasi, namun beberapa pohon Pakam tetap tumbuh tegar di sepanjang
Sungai Bohorok tersebut hingga kini.
|
|
|
Kenyataan ini sekaligus menepis anggapan yang menyatakan
bahwa pohon bambu dinilai sangat baik untuk mempertahankan bantaran sungai
dari gerusan air bah, karena pada saat banjir bandang seperti terjadi di
Bukit Lawang itu, rumpun-rumpun bambu yang ada di bantaran sungai terbongkar
ikut hanyut terbawa derasnya air bah tersebut, sementara pohon pakam tetap tegak
tidak tergoyahkan oleh banjir bandang yang dahsyat menelan korban hingga
lebih dari 100 jiwa tersebut.
|
|
B. Sumber Pakan Margasatwa dan Ikan
Buahnya yang banyak (bias meapai 5 kg/tangkai) dan manis
disamping disukai oleh manusia, juga menjadi sumber pakan bagi margasatwa
(fauna). Menurut penuturan warga di sekitar taman wisata alam Bukit Lawang dan
petugas lapangan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) bahwa pada saat musim
buah, pohon Pakam banyak dihinggapi berbagai jenis margasatwa seperti
berbagai jenis burung, termasuk burung enggang atau rangkong, berbagai jenis kera
termasuk orangutan, dan hewan herbipora lainnya.
Selain itu, buahnya yang berjatuhan masuk ke dalam
sungai menjadi sumber makanan berbagai jenis ikan, termasuk ikan Jurung yang
menjadi komoditi ikan andalan di Sungai Bahorok tersebut.
Dengan demikian, keberadaan pohon Pakam di bantaran
suatu sungai dapat turut mengkonservasi, mempertahankan, atau meningkatkan
keanekaragaman margasatwa (fauna), baik di daratan maupun di dalam perairan (sungai).
|
|
Fungsi Ekonomis
|
Tumbuhan ini juga dikenal sebagai penghasil papan yang
cukup baik untuk bangunan (kusen dan daun pintu/jendela, meja, kursi, lantai
dan lain-lain) juga untuk peralatan pertanian dan peralatan olah raga serta
bahan pembuat arang. Kayu pohon Pakam (lebih kuat dibandingkan kayu pohon
Matoa) di pasaran lebih dikenal dengan nama “Kayu Sapi”.
|
Cabang dan ranting kayu sapi (kayu pohon pakam) dapat
digunakan untuk barang seni berupa sandaran kursi yang artistik dan penghias
interior dan eksterior (jalusi teras) bangunan pariwisata seperti hotel,
restoran, penginapan, pesanggrahan dan lain-lain.
|
|
Akar pohon pakam sebagaimana telah diuraikan di atas, memiliki
banyak cabang dan ranting akar sehingga menyerupai akar serabut sebagai
akibat kondisi tanah tempat tumbuhnya yang merupakan hamparan batuan dengan
celah-celah (rekahan) batuan yang menyebar. Pangkal batang di atas perakaran
secara morfologi membentuk batres yang cukup tinggi dan lingkar batres yang
lebar sehingga dapat dibentuk dasar meja dengan potongan melintang (gruvel)
yang indah.
|
|
|
|
Khasiat dan Kandungan Kimia
Beberapa
bagian dari pohon Pakam memiliki khasiat sebagai obat. Biji Pometia spp. (pohon
Pakam) ini berkhasiat untuk tonikum. Untuk membuat tonikum gunakan ± 7 gram
biji, digoreng kemudian ditumbuk halus, serbuknya diseduh dengan 1 gelas air
matang yang panas (mendidih). Hasil seduhan diminum sekaligus dengan
serbuknya.
Kulit kayu
sapi (pohon Pakam) ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat
tradisional.
Biji, buah
dan daun Pometia spp. rnengandung saponin, flavonoida dan polifenol.
|
Biji & Bunga Pakam Buah Pakam
|
Arahan Pemanfaatan
|
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pohon
Pakam sangat baik dimanfaatkan untuk penghijauan bantaran sungai, terutama
bantaran sungai yang terjal dan atau berbatu. Penanaman pohon pakam dapat
dilakukan hingga sekitar 1-2 meter dari bibir sungai dengan jarak tanam 5x5
meter hingga 7x7 meter (cukup dua baris sejajar atau di sepanjang bantaran
sungai). Lubang tanam dibuat berukuran 30x30x40 cm dan ke dalam dasar lubang
diberi kompos atau bahan tanah lapisan atas (tanah bercampur humus) sebanyak
minimal 1 kg, sebelum bibit ditanamkan.
|
Pohon Pakam umumnya diperbanyak dengan biji, meskipun
dapat diperbanyak dengan stek atau cangkok.
Untuk menjamin keberhasilan tumbuhan ini dalam program
penghijauan, maka penanaman harus dilakukan dengan terlebih dahulu membuat
pembibitan pohon Pakam di dalam kantong plastik (polibag).
Bibit yang telah berumur sekitar 5-6 bulan (tinggi
minimal 50 cm) sudah dapat ditransplatingkan/ditanamkan ke lapangan.
|
|
Ucapan Terimakasih
Penulis sangat berterimakasih dan memberikan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada:
1.
Bapak
N. Akelaras (Pembina ASPENTA Sumatera Utara)
2.
Sofyan
Lubis (Pengurus ASPENTA Kabupaten Langkat)
3.
Yanti
Br. Ginting (Ketua Kelompok Pelestari Lingkungan “PAKAM” Bukit Lawang)
4.
Martin
Tarigan (Pembina Kelompok Pelestari Lingkungan “PAKAM” Bukit Lawang)
5.
Marlina
Br. Kaban (Anggota Kelompok Pelestari Lingkungan “PAKAM” Bukit Lawang)
atas apresiasi dan bantuannya dalam melakukan investigasi
dan memberikan masukan tentang keberadaan, penuturan fakta dan fungsi aktual
dari pohon Pakam di kawasan wisata alam Bukit Lawang (bantaran sungai Bahorok
dan anak-anak sungainya). Semoga aktivitas dan dukungannya menjadi bagian dari
bakti suci dalam melestarikan dan mempertahankan fungsi bumi dan lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar