Rabu, 08 April 2015

Multi Fungsi Pohon Pakam (Matoa Batak)


MULTIFUNGSI POHON PAKAM (Pometia spp.)
(Fungsi Konservesi Sumberdaya Alam, Ekonomi, dan Obat)

Oleh: Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP
(Staf Pengajar Konservasi Tanah dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Fakultas Pertanian USU; Ketua Forum DAS Wampu)

Klassifikasi

Pohon pakam (Pometia spp.) termasuk ke dalam famili Sapindaceae, satu famili dengan pohon yang di Irian Jaya disebut dengan nama pohon matoa (Pometia pinnata  J.R.& G.Forst). Pohon matoa dan pohon pakam itu sendiri diduga berasal dari Kepulauan Pasifik yang tumbuh di dataran rendah hingga di ketinggian ± 1700 m di atas permukaan laut, banyak tumbuh liar di hutan Irian Jaya (Papua), dan khusus untuk pohon matoa telah banyak ditanam di ladang sebagai tanaman buah.

Nama pohon “Pakam” disinyalir merupakan nama pohon matoa di daerah Batak. Di daerah lain pohon ini bernama Ganggo, Jagir, Jampania, Kasai, Kase, Kungkil (Melayu), Lamusi, Lengsar, Leungsar (Sunda), Langsek anggang (Minangkabau), Mutoa, Sapen, Tawan, Lanteneng, Wusel, Tawang, Kayu Sapi (Jawa). Sedangkan Taun adalah nama pohon matoa di Papua New Guinea.
Dari beragam nama daerah dari pohon pakam atau matoa tersebut mengindikasikan bahwa pohon buah ini sebenarnya juga dijumpai di daerah-daerah lain di Indonesia. Nama latin dari pohon pakam ini adalah Pometia spp (Pometia pinnata, Pometia coreaceae, Pometia acuminata) dengan klassifikasi sebagai berikuit:
Kingdom        : Plantae  (tumbuhan)
Subkingdom   : Tracheobionta   (berpembuluh)
Superdivisio   : Spermatophyta   (menghasilkan biji)
Devisio          : Magnoliophyta   (berbunga)
Kelas            : Magnoliopsida   (berkeping dua / dikotil)
Subkelas       : Rosidae
Ordo             : Sapindales
Famili            : Sapindaceae
Genus           : Pometia
Spesies         : Pometia spp (Pometia pinnata, Pometia coreaceae, Pometia acuminata)
Morfologi

Pohon Pakam, seperti halnya Matoa dapat mencapai tinggi 47 m, dengan garis tengah batang 140 cm, berbanir besar mencapai tinggi 5,50 meter. Daunnya bersirip dengan 3-13 pasang anak daun. Daun terbawah seringkali menyerupai stipula (daun pe­numpu). Bagian daun yang muda berwarna merah dan berbulu halus. Memiliki bunga jan­tan dan betina, sedangkan buahnya berbentuk elips, ukurannya mencapai 2,5 x 2 cm (lebih kecil dari buah matoa Irian), dengan warna kulit buah hijau saat masih mentah dan coklat setelah buah matang. Daging buahnya tipis dan manis.
Akar pohon Pakam merupakan akar tunggang dengan sistem perakaran yang membentuk percabangan sangat banyak sehingga menyerupai akar serabut. Percabangan akar yang banyak ini terjadi karena intensitas intersepsi  akar yang rapat menuju/memasuki celah batuan di sekitar tempat berjangkarnya akar pohon tersebut. Rekahan/retakan atau celah-celah batuan yang sedikit melapuk akan dimasuki oleh cabang/ranting akar yang tumbuh dari cabang/ranting akar utama.


Tempat Tumbuh

Berbeda dengan pohon matoa yang banyak tumbuh di hutan pedalaman atau dibudidayakan sebagai tanaman buah, pohon Pakam (nama yang umum berlaku di lokasi kajian yang dilakukan oleh penulis di Kawasan Ekosistem Leuser, Taman Wisata Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat, Sumatera Uatara) merupakan tumbuhan liar yang banyak dijumpai di bantaran hingga ke bibir sungai dengan akar menghunjam di sela-sela bebatuan di tebing-tebing sungai.
Pohon pakam ini tidak hanya dijumpai di sepanjang sungai utama (sungai Bahorok yang merupakan Sub-DAS Wampu) tetapi dijumpai juga di sepanjang anak-anak sungai Bahorok tersebut yang mencapai 156 buah, termasuk sungai Landak (anak sungai Bahorok yang relatif lebih lebar dari anak-anak sungai lainnya)


Fungsi Konservasi

A. Penguatan Bantaran Sungai
Karena tempat tumbuh pohon Pakam yang umumnya berada di bantaran hingga ke bibir sungai, maka peran konservasi yang menonjol adalah penguatan terhadap bibir, tebing, dan bantaran sungai tersebut. Kekuatan berjangkarnya akar di sela-selah celah hamparan bebatuan tebing sungai tersebut menyebabkan pohon pakam tumbuh kokoh mempertahankan bantaran sungai sehingga terhindar dari gerusan aliran air sungai bahkan banjir sekalipun. Hal ini terbukti pada saat terjadi banjir bandang pada tanggal 2 November 2003 yang melanda kawasan wisata alam Bukit Lawang dengan membawa ribuan ton material berupa kayu gelondongan dan batuan serta menumbangkan pepohonan besar lainnya yang tumbuh di bantaran sungai, serta memporak-porandakan dan menghanyutkan bangunan/pemondokan serta bendungan dan jaringan irigasi, namun beberapa pohon Pakam tetap tumbuh tegar di sepanjang Sungai Bohorok tersebut hingga kini.
Kenyataan ini sekaligus menepis anggapan yang menyatakan bahwa pohon bambu dinilai sangat baik untuk mempertahankan bantaran sungai dari gerusan air bah, karena pada saat banjir bandang seperti terjadi di Bukit Lawang itu, rumpun-rumpun bambu yang ada di bantaran sungai terbongkar ikut hanyut terbawa derasnya air bah tersebut, sementara pohon pakam tetap tegak tidak tergoyahkan oleh banjir bandang yang dahsyat menelan korban hingga lebih dari 100 jiwa tersebut.


B. Sumber Pakan Margasatwa dan Ikan

Buahnya yang banyak (bias meapai 5 kg/tangkai) dan manis disamping disukai oleh manusia, juga menjadi sumber pakan bagi margasatwa (fauna). Menurut penuturan warga di sekitar taman wisata alam Bukit Lawang dan petugas lapangan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) bahwa pada saat musim buah, pohon Pakam banyak dihinggapi berbagai jenis margasatwa seperti berbagai jenis burung, termasuk burung enggang atau rangkong, berbagai jenis kera termasuk orangutan, dan hewan herbipora lainnya.

Selain itu, buahnya yang berjatuhan masuk ke dalam sungai menjadi sumber makanan berbagai jenis ikan, termasuk ikan Jurung yang menjadi komoditi ikan andalan di Sungai Bahorok tersebut.

Dengan demikian, keberadaan pohon Pakam di bantaran suatu sungai dapat turut mengkonservasi, mempertahankan, atau meningkatkan keanekaragaman margasatwa (fauna), baik di daratan maupun di dalam perairan (sungai).


Fungsi Ekonomis

Tumbuhan ini juga dikenal sebagai penghasil papan yang cukup baik untuk bangunan (kusen dan daun pintu/jendela, meja, kursi, lantai dan lain-lain) juga untuk peralatan pertanian dan peralatan olah raga serta bahan pembuat arang. Kayu pohon Pakam (lebih kuat dibandingkan kayu pohon Matoa) di pasaran lebih dikenal dengan nama “Kayu Sapi”.
Cabang dan ranting kayu sapi (kayu pohon pakam) dapat digunakan untuk barang seni berupa sandaran kursi yang artistik dan penghias interior dan eksterior (jalusi teras) bangunan pariwisata seperti hotel, restoran, penginapan, pesanggrahan dan lain-lain.
Akar pohon pakam sebagaimana telah diuraikan di atas, memiliki banyak cabang dan ranting akar sehingga menyerupai akar serabut sebagai akibat kondisi tanah tempat tumbuhnya yang merupakan hamparan batuan dengan celah-celah (rekahan) batuan yang menyebar. Pangkal batang di atas perakaran secara morfologi membentuk batres yang cukup tinggi dan lingkar batres yang lebar sehingga dapat dibentuk dasar meja dengan potongan melintang (gruvel) yang indah.


Khasiat dan Kandungan Kimia

Beberapa bagian dari pohon Pakam memiliki khasiat sebagai obat. Biji Pometia spp. (pohon Pakam) ini berkhasiat untuk tonikum. Untuk membuat tonikum gunakan ± 7 gram biji, digoreng kemudian ditumbuk halus, serbuknya diseduh dengan 1 gelas air matang yang panas (mendidih). Hasil seduhan diminum sekaligus dengan serbuknya.

Kulit kayu sapi (pohon Pakam) ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional.

Biji, buah dan daun Pometia spp. rnengandung saponin, flavonoida dan polifenol.
 
     Biji & Bunga Pakam              Buah Pakam

Arahan Pemanfaatan

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pohon Pakam sangat baik dimanfaatkan untuk penghijauan bantaran sungai, terutama bantaran sungai yang terjal dan atau berbatu. Penanaman pohon pakam dapat dilakukan hingga sekitar 1-2 meter dari bibir sungai dengan jarak tanam 5x5 meter hingga 7x7 meter (cukup dua baris sejajar atau di sepanjang bantaran sungai). Lubang tanam dibuat berukuran 30x30x40 cm dan ke dalam dasar lubang diberi kompos atau bahan tanah lapisan atas (tanah bercampur humus) sebanyak minimal 1 kg, sebelum bibit ditanamkan.
Pohon Pakam umumnya diperbanyak dengan biji, meskipun dapat diperbanyak dengan stek atau cangkok.

Untuk menjamin keberhasilan tumbuhan ini dalam program penghijauan, maka penanaman harus dilakukan dengan terlebih dahulu membuat pembibitan pohon Pakam di dalam kantong plastik (polibag).

Bibit yang telah berumur sekitar 5-6 bulan (tinggi minimal 50 cm) sudah dapat ditransplatingkan/ditanamkan ke lapangan.


Ucapan Terimakasih

Penulis sangat berterimakasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1.    Bapak N. Akelaras (Pembina ASPENTA Sumatera Utara)
2.    Sofyan Lubis (Pengurus ASPENTA Kabupaten Langkat)
3.    Yanti Br. Ginting (Ketua Kelompok Pelestari Lingkungan “PAKAM” Bukit Lawang)
4.    Martin Tarigan (Pembina Kelompok Pelestari Lingkungan “PAKAM” Bukit Lawang)
5.    Marlina Br. Kaban (Anggota Kelompok Pelestari Lingkungan “PAKAM” Bukit Lawang)
atas apresiasi dan bantuannya dalam melakukan investigasi dan memberikan masukan tentang keberadaan, penuturan fakta dan fungsi aktual dari pohon Pakam di kawasan wisata alam Bukit Lawang (bantaran sungai Bahorok dan anak-anak sungainya). Semoga aktivitas dan dukungannya menjadi bagian dari bakti suci dalam melestarikan dan mempertahankan fungsi bumi dan lingkungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar