MEMBANGKITKAN
KECINTAAN PEMUDA DALAM PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN MELALUI PENGEMBANGAN SISTEM
AGROFORESTRY
Oleh: Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP
Staf
Pengajar Agroekoteknologi dan Pascasarjana S2-S3 Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian
USU
ABSTRAK
Menumbuhkan
kecintaan pemuda yang tergabung ke dalam Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan
(KOPPLING) “Pondok Miri” melalui pembangunan sistem agroforestry di lahan
pekarangan telah dilakukan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten
Deli Serdang Sumatera Utara. Di lahan seluas ± 1022 m2 yang telah terdapat
pohon hutan berupa kombinasi mahoni, dan jati (berumur 11 tahun), serta
trembesi, damar, jelutung dan ketapang (berumur 3 tahun), ditata sedmikian rupa
pada lahan selanya dengan pemeliharaan ikan (kolam tanah untuk ikan lele, nila,
belut, dan gurami), dan tanaman pertanian (sayuran terong, cabai, rimbang, daun
ubi kayu, dan lain-lain) dengan sistem surjan, pot dan vertikultur yang secara
intensif dilakukan sejak Januari 2012 hingga kini. Dari pohon hutan telah
dipanen 3 batang pohon mahoni untuk pembuatan kusen pintu dan jendela serta
ikan lele dumbo yang telah memberi manfaat tambahan kesejahteraan ekonomi dan
perbaikan ekologi (kesejukan dan peningkatan biodiversitas).
Kata kunci: KOPPLING, lahan
pekarangan, agroforestry, variasi produksi, perbaikan ekologi.
PENDAHULUAN
Membangkitkan
kecintaan pemuda/generasi muda dalam bidang pertanian dapat dimulai dari
pembentukan kelompok/komunitas pemuda sebagai salah satu kegiatan usahanya.
Kegiatan usaha organisasi/kelompok pemuda dapat dimulai dengan memanfaatkan
lahan pekarangan melalui usahatani terpadu yang mengkombinasikan pohon
kehutanan dan komoditas pertanian yang lebih tepat disebut sebagai sistem
agroforestry.
Salah satu keuntungan/kebaikan yang diperoleh dalam
penerapan sistem agroforestry adalah
terjadinya peningkatan keluaran hasil (output)
yang lebih bervariasi yaitu berupa pangan, pakan, serat, kayu, bahan bakar, pupuk hijau dan atau pupuk kandang. Selain itu
secara ekonomi sistem agroforestry memiliki keuntungan lainnya yaitu
memperkecil resiko kegagalan panen (Abdul-Rauf, 2001). Gagal atau menurunnya
panen dari salah satu komponen, masih dapat ditutupi oleh adanya hasil (panen) dari komponen yang lain dan
meningkatkan pendapatan petani, karena input
yang diberikan akan menghasilkan output
yang bervariasi dan berkelanjutan.
Keuntungan lain dari diterapkannya sistem agroforestry adalah terpeliharanya keragaman hayati,
terutama keragaman vegetasi (tumbuhan dan tanaman). Abdul-Rauf
(2004) melaporkan bahwa pada sistem
agroforestry
di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Kabupaten Langkat
Sumatera Utara didapat sedikitnya 67 jenis vegetasi yang terbagi ke dalam
kelompok tumbuhan hutan 7 jenis, tanaman perkebunan dan industri 23 jenis,
tanaman buah-buahan 15 jenis, tanaman pangan dan palawija 7 jenis, tanaman
sayuran 15 jenis, juga terdapat dua jenis ikan serta rumput pakan dan berbagai
jenis pohon serta semak belukar pada hutan lindung dan hutan rakyat yang
berdampingan dengan sistem agroforestry di kawasan ini.
Manfaat lain dari
sistem agroforestry yang tidak dapat diabaikaan
adalah fungsi penghasil jasa yang tidak tampak nyata (intangible)
terutama dalam hal stabilisasi kualitas lingkungan seperti
memitigasi banjir, pengendali erosi tanah, pemelihara pasokan air tanah,
penyejuk dan penyegar udara, pemelihara keanekaragaman hayati dan penambat (sink) karbon. Hasil penelitian Abdul-Rauf (2004)
menunjukkan bahwa potensi biomassa dan
karbon total tegakan pada tipe agrosilvopastural
dan agrosilvicultural di kawasan
penyangga Taman
Nasional Gunung Leuser, masing-masing
sekitar 16,4 dan 7,3 kali lebih besar bila dibandingkan dengan potensi biomassa
dan karbon tegakan
yang dijumpai pada sistem pertanian monokultur. Total biomassa dan karbon tegakan pada sistem
agroforestry dengan tipe agrosilvopastural
di kawasan
ini masing-masing sebesar 104.17 dan 46.74 ton per
hektar hampir sama dengan total biomassa dan karbon total tegakan pada hutan
mangrove Rhizophora apiculata dengan
kerapatan 463 pohon per hektar yang masing-masing sebesar 169.46 (biomassa) dan
47.08 (karbon) ton per hektar (Hilmi, 2003).
Lahan
pekarangan dapat memberikan manfaat yang sangat besar dalam menunjang kebutuhan
gizi keluarga disamping sekaligus untuk keindahan (estetika) bila dikelola
secara optimal dan terencana. Lahan pekarangan dapat dikembangkan sebagai areal
program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), baik di tingkat rumah tangga,
komunitas, dusun/lingkungan, desa/kelurahan, kecamatan, mapun kota/kabupaten.
Lahan pekarangan yang selama ini selalu dimanfaatkan sebagai apotik hidup
dengan menanami tanaman obat keluarga (TOGA) dan gizi hidup dengan menanam
berbagai buah-buahan dan sayuran dapat dikembangkan ke dalam bentuk
agroforestry. Pemanfaatan lahan pekarangan untuk pemeliharaan berbagai komoditi
secara bersama-sama (kombinasi) atau berurutan antara tanaman pohon (hutan)
dengan komoditi pertanian (tanaman, ternak, dan atau ikan/kolam) secara optimal
merupakan sebuah sistem agroforestry tidak hanya memberikan hasil nyata (tangible) produk pertanian dan kehutanan, namun
sekaligus berperan dalam pelestarian lingkungan berupa kesejukan, kesegran,
keindahan, biodiversitas, dan bahkan membantu memitigasi gas rumah kaca (produk
intangible) di kawasan pemukiman
secara berkelanjutan.
Desa
Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara merupakan
salah satu desa di pinggiran dan diapit oleh dua kota besar, yaitu Kota Medan
di sebelah Timur dan Kota Binjai di sebelah Barat. Di desa ini terdapat lebih dari 6000 KK dengan rata-rata kepemilikan lahan
pekarangan seluas 200 m2. Pemanfaatan lahan pekarangan selama ini
umumnya masih sebatas untuk tanaman hias di halaman depan, dan untuk ternak
unggas, beberapa tanaman pohon buah-buahan, dan bahkan banyak yang
diterlantarkan di halaman samping dan belakang. Untuk meninkatkan variasi jenis
dan volume produksi serta bermanfaat dalam menjamin kelestarian lingkungan,
maka diperlukan pengembangan pemanfaatan lahan pekarangan untuk sistem
agroforestry, dengan mencoba salah satu lahan pekarangan rumah tangga di dusun
XIII Pondok Miri Desa Sei Semayang sebagai plot contoh, yang sementara ini
dibangun secara mandiri oleh pemilik lahan dengan melibatkan komunitas pemuda
tani dan akademisi USU serta beberapa penggiat lingkungan di Sumatera Utara.
METODE PENGEMBANGAN
Pengembangan sistem agroforestry skala lahan
pekarangan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang
meliputi dua tahap utama yaitu, pengembangan kelembagaan dan pengembangan
teknologi.
Pengembangan Kelembagaan
dilakukan dengan membentuk Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan yang kemudian
disingkat dengan “KOPPLING” di daerah ini. Pembentukan KOPPLING ini dimaksudkan
untuk membina pemuda-pemudi (generasi muda) agar memiliki kepedulian terhadap
pemeliharaan dan perbaikan lingkungan di tingkat tapak (dibentuk dan
beranggotakan pemuda/pemudi setempat untuk memelihara dan memperbaiki
lingkungan di tempat mereka berdomisili). Kelompok pemuda/pemudi yang kemudian
diberi nama “KOPPLING Pondok Miri” (Pondok Miri merupakan nama dusun tempat
kedudukan KOPPLING ini) merupakan salah satu bentukan/binaan/mitra kerja dari
Forum DAS Wampu Sumatera Utara, dimana para penulis sebagai Pengurus Forum DAS
tersebut. Salah satu program kerja/kegiatan KOPPLING Pondok Miri adalah
pemanfaatan lahan pekarangan untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui
pemberdayaan sampah organik dan kegiatan pertanian perkotaan (urban farming).
Pengembangan Teknologi
sistem agroforestry di lahan pekarangaan dilakukan dengan urutan sebagai
berikut:
1.
Menentukan lokasi pengembangan. Dalam
hal ini ditetapkan lahan pekarangan milik keluarga Ibu Erlina Wati dan keluarga
Supriyatmin yang saling bersebelahan di Dusun XIII Pondok Miri Gg. Pribadi Desa
Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang sebagai pusat kegiatan
dan plot contoh.
2.
Dipilihnya lokasi ini karena telah
terdapat pepohonan hutan di halaman belakang rumah keluarga ibu Erlina Wati
seluas lebih kurang 400 m2 yang terdiri dari kombinasi pohon mahoni
dan jati (berumur ± 11 tahun), serta trembesi, damar, jelutung dan ketapang
(berumur ± 3 tahun).
3.
Di bagian lahan lainnya yang berbatasan
dengan lahan milik keluarga Spriyatmin dan di lahan sela pohon hutan tersebut
dikembangkan/dipelihara beberpa jenis ikan (pembuatan kolam tanah untuk budidaya
ikan lele, nila, belut, dan gurami), dan budidaya tanaman pertanian (sayuran
terong, cabai, rimbang, daun ubi kayu, dan lain-lain). Teknik budidayanya
dilakukan dengan sistem surjan (karena sebagian lahan berupa sawah tadah hujan
dengan muka air dangkal), dan sebagian lahan ditanami tanaman sayuran dengan
sistem pot (polibag) dan sistem vertikultur. Kegiatan pengembangan tanaman
pertanian dan kolam ikan di lahan sela dan bagian lahan sawah tadah hujan ini secara
intensif dilakukan sejak Januari 2012. Di lahan seluas ± 1022 m2
tersebut saat ini merupakan kombinasi pepohonan hutan dengan tanaman pertanian
(sayuran dan buah-buahan), dan kolam ikan sehingga sistem budidaya seperti ini
tergolong ke dalam sistem agroforestry dengan tipe “Agrosilvofishery”
4.
Di bagian lahan lainnya, dibangun Rumah
Kompos seluas 80 m2 yang memproduksi kompos dan pupuk cair organik
berbahan baku sampah organik yang berasal dari rumah tangga dan pasar-pasar
tradisional di Desa Sei Semayang dan sekitarnya. Sebagian sampah organik diolah
untuk pakan ternak dan pakan ikan.
5.
Dalam melengkapi sistem ini dipelihara
pula ternak unggas berupa entok sebanyak 22 ekor, ayam buras (ayam kampung) 13
ekor dan angsa 2 ekor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.
Aspek
Kelembagaan
Kegiatan
pengembangan sistem agroforestry dengan tipe agrosilvofishery pada skala lahan
pekarangan di Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang
memberikan dampak positif, tidak hanya pada pengembangan agroteknologi yang
bertujuan meningkatkan produksi pangan dan papan, serta perbaikan ekologi di
kawasan pemukiman, tetapi juga pada pengembangan kelembagaan pengelolaan
lingkungan berbasis pengelolaan DAS. Kelembagaan yang dihasilkan pada kegiatan
ini adalah Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan (KOPPLING) Pondok Miri Desa Sei
Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang yang merupakan hasil bentukan
dan binaan serta menjadi mitra kerja Forum DAS Wampu Sumatera Utara.
Kehadiran
KOPPLING Pondok Miri yang beranggotakan 21 orang, selain sebagai pengelolala
sistem/tipe agrosilvofishery di lahan pekarangan, juga bermanfaat pada
perbaikan lingkungan, terutama pengendalian sampah rumah tangga. Sebagian besar
sampah organik rumah tangga dan sampah pasar-pasar tradisional yang dihasilkan
di Desa Sei Semayang dan sekitarnya, khususnya di Dusun XIII Pondok Miri, telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos, pupuk cair organik, pakan
ternak, dan pakan ikan di Rumah Kompos yang dibangun oleh Forum DAS Wampu
bersama KOPPLING Pondok Miri.
2.
Pengembangan
Agroforestry
Sistem
agroforestry yang terbentuk di salah satu lahan pekarangan warga Desa Sei
Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang memiliki komponen penyusun
sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
Dari
Tabel 1 dapat diketahui bahwa tipe agrosilvofishery yang dikembangkan di lahan
pekarangan seluas 1022 m2 dari 2.149,68 m2 luas total
lahan pekarangan di lokasi ini (1.127,68 m2 lahan sementara belum
dimanfaatkan) menghadirkan keragaman biologi (biodiversitas) mencapai 37 jenis
terdiri dari 9 jenis pohon hutan, 10 jenis pohon buah-buahan dan industri, 10
jenis sayuran, 5 jenis ikan dan 3 jenis unggas dengan tatal populasi mencapai
522.565 tumbuhan/tanaman dan 13.037 ekor ikan dan ternak.
Tabel
1. Komponen penyusun dan produksi agroforestry di lahan pekarangan Dusun XIII
Pondok Miri Desa Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.
No.
|
Komponen
Penyusun
|
Luas
(m2)
|
Posisi
di Lahan
|
Populasi
|
Produksi
|
|
Status
|
Nilai
Rp.
|
|||||
Kelompok pohon
hutan:
|
||||||
1
|
Mahoni
|
472
|
Sisi
Timur-Selatan
|
38
phn
|
Stp*)
|
5.350.000
|
2
|
Jati
|
-
|
Bersama
Mahoni
|
6
phn
|
Tbm
|
|
3
|
Trembesi
|
-
|
Di
pematang kolam
|
10
phn
|
Tbm
|
|
4
|
Ketapang
|
-
|
Di
pematang kolam
|
9
phn
|
Tbm
|
|
5
|
Damar
|
-
|
Di
pematang kolam
|
5
phn
|
Tbm
|
|
6
|
Kelor
|
-
|
Bersama
Mahoni
|
2
phn
|
Tbm
|
|
7
|
Jabon
|
-
|
Di
pematang kolam
|
4
phn
|
Tbm
|
|
8
|
Sengon
|
-
|
Di
pematang kolam
|
3
phn
|
Tbm
|
|
9
|
Jelutung
|
-
|
Di
pematang kolam
|
2
phn
|
Tbm
|
|
Kelompok
pohon buah/industri:
|
||||||
1
|
Kakao
|
-
|
Bersama
Mahoni
|
8
phn
|
Tbm
|
|
2
|
Pisang
|
-
|
Di
pematang kolam
|
3
rpn
|
Pks
|
50.000
|
3
|
Mangga
|
-
|
Di
pematang kolam
|
8
phn
|
Pks
|
225.000
|
4
|
Sawo
|
-
|
Di
pematang kolam
|
2
phn
|
Tbm
|
|
5
|
Rambutan
|
-
|
Di
pematang kolam
|
6
phn
|
Tbm
|
|
6
|
Sukun
|
-
|
Bersama
Mahoni
|
1
phn
|
Tbm
|
|
7
|
Namnam
|
-
|
Bersama
Mahoni
|
1
phn
|
Pks
|
20.000
|
8
|
Jambu
air
|
-
|
Di
pematang kolam
|
3
phn
|
Pks
|
125.000
|
9
|
Belimbing
|
-
|
Di
pematang kolam
|
1
phn
|
Pks
|
35.000
|
10
|
Jambu
bol
|
-
|
Bersama
Mahoni
|
1
phn
|
Pks
|
12.000
|
Kelompok
tanaman sayuran:
|
||||||
1
|
Ubi
kayu (sayur)
|
30
|
Sisi
Timur-Utara
|
750
tan
|
Tbm
|
|
2
|
Bayam
|
30
|
Bagian
tengah lahan
|
500.000
tan
|
Tbm
|
|
3
|
Kangkung
|
30
|
Bagian
tengah lahan
|
18.000
tan
|
Tbm
|
|
4
|
Sawi
hijau
|
30
|
Bagian
tengah lahan
|
1.500
rpn
|
Tbm
|
|
5
|
Kacang
panjang
|
30
|
Bagian
tengah lahan
|
562
tan
|
Tbm
|
|
6
|
Gambas
|
22,5
|
Sisi
Barat-Utara
|
1.500
tan
|
Tbm
|
|
7
|
Terong
|
-
|
Dalam polibag di sisi
parit
|
42
tan
|
Tbm
|
|
8
|
Paria
|
-
|
Dalam polibag di sisi
parit
|
21
tan
|
Tbm
|
|
9
|
Cabai
merah/besar
|
12
|
Sisi Utara
|
48
tan
|
Tbm
|
|
10
|
Cabai
kecil/rawit
|
12
|
Sisi Utara
|
21
tan
|
Tbm
|
|
Kolam
ikan:
|
||||||
1
|
Lele
dumbo
|
96
|
Sisi Utara
|
8000
ekor
|
300
kg
|
3.600.000
|
2
|
Gurami
|
30
|
Sisi Barat
|
1000
ekor
|
Tbm
|
|
3
|
Nila
|
30
|
Sisi Barat
|
1000
ekor
|
Tbm
|
|
4
|
Patin
|
15
|
Bagian tengah
lahan
|
1500
ekor
|
Tbm
|
|
5
|
Bawal
air tawar
|
15
|
Bagian tengah
lahan
|
1500
ekor
|
Tbm
|
|
6
|
Belut
|
(6)
|
Lahan sela Mahoni
|
1000
ekor
|
Tbm
|
|
Ternak
unggas
|
||||||
1
|
Entok
|
200
|
Sisi
Barat-Selatan
|
22
|
Tbm
|
|
2
|
Ayam
buras
|
-
|
Bersama entok
|
13
|
Tbm
|
|
3
|
Angsa
|
-
|
Bersama entok
|
2
|
Tbm
|
|
Jumlah
|
1022
|
-
|
9.417.000
|
Ket.: *) Stp: sebagian telah
dipanen; Tbm: tan./ternak belum menghasilkan; Pks: panen dikonsumsi sendiri
Dari
sistem agroforestry yang dikembangkan selama sekitar 4 bulan ini dan
memanfaatkan produk tanaman yang telah tersedia sebelumnya dapat menghasilkan
uang senilai Rp.9.417.000,-. Nilai ini sudah termasuk penghitungan nilai jual
hasil panen yang dikonsumsi sendiri oleh pemilik lahan dan pengelola, seperti
pisang, jambu air, mangga, jambu bol dan belimbing. Namun belum termasuk nilai
jual hasil tanaman sayuran (kangkung, sawi, dan bayam) yang sudah berumur 14
hari (saat laporan ini ditulis), dan diperkirakan akan dipanen pada 10-15 hari
kemudian. Sementara terong dan paria serta cabai diperkirakan akan dipanen pada
20 hari ke depan.
Sistem
budidaya tanaman sayuran seluruhnya menggunakan pupuk organik, baik pupuk
kompos maupun pupuk cair organik serta pestisida nabati yang dibuat sendiri
oleh KOPPLING Pondok Miri di Rumah Kompos yang ada di bagian lahan sisi
Timur-Utara. Demikian hanlnya dengan pakan ikan dan ternak unggas dibuat
sendiri oleh pengelola di Rumah Kompos tersebut.
KESIMPULAN
1. Guna
membangkitkan kecintaan pemuda di bidang pertanian dapat dilakukan melalui
pengembangan kelembagaan masyarakat dalam bentuk kelompok swadaya masyarakat
(KSM) pemuda seperti Komunitas Pemuda Peduli Lingkungan (KOPPLING) Pondok Miri.
2. Lahan
pekarangan dapat dioptimalkan pemanfaatannya untuk memproduksi pangan dan papan
di satu sisi, seklaigus memelihara dan memperbaiki kondisi ekologis serta
meningkatkan dan mempertahankaan biodiversitas di sisi lain, melalui penerapan
sistem agroforestry, seperti tipe agrosilvofishery (kombinasi pohon hutan,
tanaman pertanian dan kolam ikan).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul-Rauf. 2001. Kajian Sosial
Ekonomi Sistem Agroforestry di Kawasan Penyangga Ekosistem Leuser; Studi Kasus
di Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Unit Managemen
Leuser (UML), Medan.
Abdul-Rauf.
2004. Kajian Sistem dan Optimalisasi Penggunaan Lahan Agroforestry di Kawasan
Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser. Disertasi SPS IPB Bogor.
Abdul-Rauf.
2011. Sistem Agroforestry; Upaya Pemberdayaan Lahan Secara Berkelanjutan. USU
Press, Medan.
Abdul-Rauf,
K.S. Lubis, Jamilah. 2011. Dasar-Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. USU
Press, Medan.
Hilmi,
E. 2003. Model pendugaan kandungan karbon pada pohon kelompok jenis Rhizopora Sp dan Brugueira Spp. dalam tegakan hutan mangrove. Studi Kasus di
Kabupaten Indragiri Hilir Riau.Disertasi PPS IPB Bogor.
Satjapradja,
O. 1981. Agroforestry di Indonesia: pengertian dan implementasinya. Prosiding Seminar
Agroforestry dan Pengendalian Perladangan. Jakarta, 19-21 Nopember 1981. Badan
Litbang Pertanian, Jakarta.
hal.: 68-76.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar